Traveling with Superstar (2)
Sampai di hotel, Superstar mendapat kamar sendiri-sendiri sementara kru sekamar berdua, biasanya terletak di lantai yang sama semua. Sebagian besar kegiatan dilakukan di dalam kamar; makan, mengobrol, mendengarkan musik, dan main games. Selain kru, yang bisa santai ke luar jalan-jalan hanyalah si drummer karena orang belum begitu ‘ngeh’ dengan tampangnya. Personil lain kadang ke luar sebagian, itu pun menghindari tempat ramai. Hanya vokalis saja yang tidak pernah ke luar kamar, karena mukanya paling dikenali. Percaya atau tidak, hanya di kota Jakarta dan Bandung saja dimana mereka semua bisa santai ke mana-mana, mungkin karena orang-orang di kedua kota itu ‘jaim’ kalau melihat artis.
Jam 11 pagi pada Hari-H pertunjukan, para kru sudah berada di venue untuk memasang peralatan musik dan menyetel sedemikian rupa. Setiap kru sudah mengetahui selera setiap personil, bahkan mereka juga ahli dalam memainkan alat musik. Fungsi kru yang menarik bagi saya adalah kru yang mengurus microphone (mike) si vokalis. Kerjaannya berdiri di samping vokalis sambil menyedengkan telinga dan manggut-manggut, lalu koordinasi dengan tukang sound supaya pas – berbeda dengan kru gitar atau drum yang perlu geret-geret peralatan berat ke sana ke mari, sementara kru vokalis mati-hidup hanya ngurusin mike. Yang menarik lagi ada kru khusus yang memiliki suara sangat mirip dengan vokalis untuk menyeleraskan suara band.
Pada jam yang sama, biasanya Superstar mengadakan jumpa pers dan jumpa fans di hotel tempat mereka menginap selama satu jam. Suasana di dalam ballroom heboh dengan teriakan histeris atau bahkan tangisan. Sesi tanya jawab membuat merinding, para fans yang mendapat kesempatan bertanya terlihat bergetar tangannya saat memegang mike dengan suara yang tiba-tiba jadi parau. Sesi foto bersama lebih heboh lagi; fans melompat-lompat kegirangan, menyalami, mencium, menyentuh, menarik, meminta tanda tangan, dan memberi kado. Sehabis makan siang, Superstar baru datang ke lapangan untuk check sound. Tanpa repot-repot mereka tinggal bermain dan melakukan revisi sedikit terhadap setelan alat musiknya. Jam 5 sore setelah polisi mensterilkan lapangan, pintu venue dibuka. Ratusan orang berebut mendekati panggung agar dapat menonton Superstar lebih dekat, terutama cewek-cewek ABG yang langsung mendekati barikade (area bawah panggung dilingkari dengan pagar besi yang merupakan area steril karena merupakan jalur evakuasi para penonton yang pingsan). Banyak juga ibu-ibu yang nekat gendong bayinya ‘berenang’ di antara massa agar dekat dengan panggung!
Superstar lalu kembali ke hotel untuk beristirahat sebentar dan berganti baju. Sekitar jam 7 malam, ada beberapa band pembuka yang baru mulai bermain setelah Superstar ini bergerak menuju venue. Kalau jalanan macet, biasanya minta bantuan vooriders dari polisi. Begitu sampai, mereka menunggu di dalam mobil yang disembunyikan di belakang panggung. Area dalam barikade dipenuhi oleh para polisi dan petugas keamanan, maksudnya bertugas untuk menjaga keamanan dan menggotong penonton yang pingsan, tapi mereka bukannya siap siaga menghadap ke penonton, malah seringnya menghadap ke panggung dan ikut menonton, bergoyang, dan foto-foto. Apalagi begitu Superstar main, mulai deh area dalam barikade dimasuki orang-orang yang mengaku pejabat atau aparat sambil membawa keluarganya.
Pertunjukan satu jam ini membius para penggemar yang menjubeli venue yang rata-rata dipadati oleh 30.000 penonton! Setiap vokalis memandang ke satu sisi, terdengarlah dari sisi itu teriakan histeris penonton. 3 lagu pertama biasanya masih aman-aman saja, lagu-lagu berikutnya mulai deh satu persatu tumbang... pingsan. Entah karena terlalu histeris, atau terdorong-dorong sampai tergencet. Cewek-cewek ABG ini lalu diangkut ke tenda paramedis sehingga lama-lama yang terlihat di depan barikade adalah cowok-cowok. Sebentar-sebentar petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air ke penonton agar penonton tidak terlalu merasa kepanasan. Pada lagu terakhir, saat vokalis melempar bajunya, terjadilah huru-hara perebutan baju yang meskipun bajunya basah penuh keringat namun orang rela menyerahkan nyawanya! Pertunjukkan biasanya diakhiri dengan pertunjukan kembang api – padahal saat para penonton asik mendongak ke atas mengagumi lontaran kembang api di udara, saat itulah merupakan cara pengalihan perhatian penonton supaya Superstar dapat mudah ke luar dari venue. Setelah pertunjukan berakhir, saat itu pula para penonton tersadar bahwa dompet dan handphone-nya telah hilang dicolong.
Selanjutnya kehebohan lain muncul, hotel tempat Superstar menginap diserbu penggemar. Mereka rela menunggu di luar sampai pagi demi melihat Superstar dari dekat – tayangan di TV luar negeri tentang para penggemar Michael Jackson yang memang menunggu di bawah jendela hotel berharap Superstar melongok sedikit di balik jendela ternyata beneran terjadi di Indonesia! Duh, menjadi orang terkenal menurut saya tidak menyenangkan, sedikit-sedikit dikerubuti penggemar. Lagi sarapan, sebentar-sebentar ada yang minta tanda tangan dan foto bareng. Mau leyeh-leyeh di kolam renang hotel, segerombolan orang mengerubungi dan menonton – seperti nemu mayat saja! Mau nonton bioskop, harus pakai jaket dan capuchon, masuk pada saat gelap dan keluar belakangan. Mau beli buku bisa terjadi kehebohan satu mall dan terjadilah kejar-kejaran (saya pernah menyaksikan salah satu SPG yang tiba-tiba pingsan begitu tahu kalau yang beli majalahnya adalah Superstar!). Mau dugem, kudu cari tempat duduk yang tersembunyi, itupun sebentar-sebentar ada saja groupies yang berlagak joget tapi lama-lama melipir mendekati Superstar dan bergenit-genit sok akrab agar dapat foto bersama.
Traveling with Superstar bagi saya = ikutan kena cakar dan terdorong-dorong akibat tindakan agresif para penggemar!
Jam 11 pagi pada Hari-H pertunjukan, para kru sudah berada di venue untuk memasang peralatan musik dan menyetel sedemikian rupa. Setiap kru sudah mengetahui selera setiap personil, bahkan mereka juga ahli dalam memainkan alat musik. Fungsi kru yang menarik bagi saya adalah kru yang mengurus microphone (mike) si vokalis. Kerjaannya berdiri di samping vokalis sambil menyedengkan telinga dan manggut-manggut, lalu koordinasi dengan tukang sound supaya pas – berbeda dengan kru gitar atau drum yang perlu geret-geret peralatan berat ke sana ke mari, sementara kru vokalis mati-hidup hanya ngurusin mike. Yang menarik lagi ada kru khusus yang memiliki suara sangat mirip dengan vokalis untuk menyeleraskan suara band.
Pada jam yang sama, biasanya Superstar mengadakan jumpa pers dan jumpa fans di hotel tempat mereka menginap selama satu jam. Suasana di dalam ballroom heboh dengan teriakan histeris atau bahkan tangisan. Sesi tanya jawab membuat merinding, para fans yang mendapat kesempatan bertanya terlihat bergetar tangannya saat memegang mike dengan suara yang tiba-tiba jadi parau. Sesi foto bersama lebih heboh lagi; fans melompat-lompat kegirangan, menyalami, mencium, menyentuh, menarik, meminta tanda tangan, dan memberi kado. Sehabis makan siang, Superstar baru datang ke lapangan untuk check sound. Tanpa repot-repot mereka tinggal bermain dan melakukan revisi sedikit terhadap setelan alat musiknya. Jam 5 sore setelah polisi mensterilkan lapangan, pintu venue dibuka. Ratusan orang berebut mendekati panggung agar dapat menonton Superstar lebih dekat, terutama cewek-cewek ABG yang langsung mendekati barikade (area bawah panggung dilingkari dengan pagar besi yang merupakan area steril karena merupakan jalur evakuasi para penonton yang pingsan). Banyak juga ibu-ibu yang nekat gendong bayinya ‘berenang’ di antara massa agar dekat dengan panggung!
Superstar lalu kembali ke hotel untuk beristirahat sebentar dan berganti baju. Sekitar jam 7 malam, ada beberapa band pembuka yang baru mulai bermain setelah Superstar ini bergerak menuju venue. Kalau jalanan macet, biasanya minta bantuan vooriders dari polisi. Begitu sampai, mereka menunggu di dalam mobil yang disembunyikan di belakang panggung. Area dalam barikade dipenuhi oleh para polisi dan petugas keamanan, maksudnya bertugas untuk menjaga keamanan dan menggotong penonton yang pingsan, tapi mereka bukannya siap siaga menghadap ke penonton, malah seringnya menghadap ke panggung dan ikut menonton, bergoyang, dan foto-foto. Apalagi begitu Superstar main, mulai deh area dalam barikade dimasuki orang-orang yang mengaku pejabat atau aparat sambil membawa keluarganya.
Pertunjukan satu jam ini membius para penggemar yang menjubeli venue yang rata-rata dipadati oleh 30.000 penonton! Setiap vokalis memandang ke satu sisi, terdengarlah dari sisi itu teriakan histeris penonton. 3 lagu pertama biasanya masih aman-aman saja, lagu-lagu berikutnya mulai deh satu persatu tumbang... pingsan. Entah karena terlalu histeris, atau terdorong-dorong sampai tergencet. Cewek-cewek ABG ini lalu diangkut ke tenda paramedis sehingga lama-lama yang terlihat di depan barikade adalah cowok-cowok. Sebentar-sebentar petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air ke penonton agar penonton tidak terlalu merasa kepanasan. Pada lagu terakhir, saat vokalis melempar bajunya, terjadilah huru-hara perebutan baju yang meskipun bajunya basah penuh keringat namun orang rela menyerahkan nyawanya! Pertunjukkan biasanya diakhiri dengan pertunjukan kembang api – padahal saat para penonton asik mendongak ke atas mengagumi lontaran kembang api di udara, saat itulah merupakan cara pengalihan perhatian penonton supaya Superstar dapat mudah ke luar dari venue. Setelah pertunjukan berakhir, saat itu pula para penonton tersadar bahwa dompet dan handphone-nya telah hilang dicolong.
Selanjutnya kehebohan lain muncul, hotel tempat Superstar menginap diserbu penggemar. Mereka rela menunggu di luar sampai pagi demi melihat Superstar dari dekat – tayangan di TV luar negeri tentang para penggemar Michael Jackson yang memang menunggu di bawah jendela hotel berharap Superstar melongok sedikit di balik jendela ternyata beneran terjadi di Indonesia! Duh, menjadi orang terkenal menurut saya tidak menyenangkan, sedikit-sedikit dikerubuti penggemar. Lagi sarapan, sebentar-sebentar ada yang minta tanda tangan dan foto bareng. Mau leyeh-leyeh di kolam renang hotel, segerombolan orang mengerubungi dan menonton – seperti nemu mayat saja! Mau nonton bioskop, harus pakai jaket dan capuchon, masuk pada saat gelap dan keluar belakangan. Mau beli buku bisa terjadi kehebohan satu mall dan terjadilah kejar-kejaran (saya pernah menyaksikan salah satu SPG yang tiba-tiba pingsan begitu tahu kalau yang beli majalahnya adalah Superstar!). Mau dugem, kudu cari tempat duduk yang tersembunyi, itupun sebentar-sebentar ada saja groupies yang berlagak joget tapi lama-lama melipir mendekati Superstar dan bergenit-genit sok akrab agar dapat foto bersama.
Traveling with Superstar bagi saya = ikutan kena cakar dan terdorong-dorong akibat tindakan agresif para penggemar!