Visa doesn’t take you anywhere
Sialnya jadi orang Indonesia yang mempunyai paspor hijau bergambar Garuda, mau ke luar negeri itu susah dan ribet banget. Apalagi kalau bukan karena urusan visa! Bayangkan, kita disuruh isi formulir berlembar-lembar, bawa dokumen ini-itu, bawa foto yang ada ukuran khusus, mengantri panjang, diwawancara, bahkan disuruh bayar hampir sejuta rupiah, tunggu seminggu, tapi tanpa kepastian – dan kalau visa ditolak uang tidak bisa kembali! Mengurus visa memang bikin deg-degan, terutama menunggu hasilnya.
Tidak heran paspor orang Indonesia isinya kebanyakan cap-capan imigrasi Singapura dan Malaysia karena kedua negara tersebut menjadi negara yang disinggahi orang Indonesia jika ke luar negeri pertama kali dan tidak perlu visa. Tapi tahukah Anda bahwa dengan paspor Indonesia, kita bisa ke 11 negara-negara berikut tanpa apply visa? Thailand, Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam, Filipina, Hong Kong, Macao, Chile, Moroko, Peru, dan Vietnam. Lumayan juga ada 11 negara yang percaya kepada warga negara Indonesia untuk main ke negaranya tanpa syarat apa-apa kecuali boleh tinggal di negara tersebut maksimal sebulan. Well, sebenarnya sih peraturan ini bisa berlaku karena ada sistem reciprocal, paspor ke-11 negara tersebut juga dapat masuk Indonesia tanpa apply visa juga. Di luar 11 negara tersebut, kita harus mengurusnya di Kedutaan Besar negara yang ingin kita tuju di Indonesia, kecuali bagi warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Bukti visanya berupa sticker yang ditempel di paspor. Tapi kalau kita pengen pergi ke negara-negara yang tidak punya Kedutaan di Indonesia menimbulkan masalah lain, biasanya kita harus apply di Kedutaan negara yang menjajahnya. Nah, ribet bukan?
Ironisnya, orang luar masuk ke Indonesia gampang banget. Mereka hanya bermodalkan paspor yang berlaku saja. Makanya saya setuju banget dengan kebijakan pemerintah yang baru berlaku beberapa tahun belakangan ini untuk mengutip bayaran untuk visa Indonesia. Harga visa-on-arrival Indonesia, US$ 10 untuk 3 hari atau US$ 25 untuk 30 hari. Meskipun murah, paling tidak pemerintah Indonesia harus cool sedikit lah, atau bagi saya pribadi sih sebagai 'balas dendam' saja. Hehe! Untuk turis yang ingin tinggal di Indonesia lebih dari batas waktu itu harus mengurus di Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri. Sticker visa Indonesia bentuknya keren juga, berwarna biru dengan gambar latar kepulauan Indonesia. Lebih keren daripada visa negara Eropa yang plain saja.
Peraturan visa rasanya setiap tahun berbeda-beda, tergantung keadaan politiknya. Yang jelas, makin lama makin ribet urusannya. Dulu sih kebanyakan bisa diurus oleh travel agent, tinggal lengkapi dokumen dan bayar. Ada juga yang bisa diurus travel agent tapi pada saat wawancara kita tetap harus datang sendiri ke Kedutaan. Dapat atau tidaknya visa sungguh saya tidak tahu apa penyebabnya. Ada yang bilang kalau duit di rekening banyak, tapi sepupu saya yang tajir pernah ditolak visa Australianya. Ada yang bilang kalau sudah banyak visa di paspor akan semakin mudah, tapi teman saya ditolak visa Amerikanya. Sepertinya faktor keberuntungan jadi salah satu penentunya.
Katanya visa Amerika Serikat paling susah didapat, tapi untungnya saya sudah pernah punya 2 kali, terakhir urus tahun 1997. Sudah siap dengan dokumen setumpuk di tangan dan antrian yang panjang, saya menjadi deg-degan juga mengingat orang-orang di depan saya kok pada lama-lama ditanya, malah ada yang sekeluarga yang satu boleh yang lain tidak dapat visa, pake nangis-nangis segala lagi. Akhirnya giliran saya diwawancara oleh petugasnya. Dia cuman nanya dengan juteknya ngapain ke Amerika, saya menjawab untuk training karena mau buka franchise pertama dari Amerika di Indonesia. Begitu tahu nama perusahaannya, si bapak langsung matanya membelalak, “Really? That headquarter is in my hometown! I’m really glad you open that in Indonesia!”. Dan cap-cap-cap, keluarlah visa Amerika saya, multiple 5 tahun pula. Wah, ikatan primordial berlaku juga ternyata.
Terakhir saya mengurus visa Schengen di Kedutaan Besar Austria. Syaratnya harus bawa bukti booking-an tiket pesawat pulang pergi, booking-an hotel, slip gaji, bukti keuangan dari bank 3 bulan terakhir, asuransi perjalanan yang menjamin minimal 30.000 Euro, foto (berwarna, ukuran 3,5 x 4,5 cm, berlatar belakang terang), isi formulir, dan bayar 35 Euro. Tiga minggu sebelum keberangkatan, saya memasukkan visa application saya ke Kedutaan. Minggu kedua tanpa ada hasil, saya jadi blingsatan. Duh, tiket pesawat yang harganya tidak murah dan tidak bisa refund itu sudah di tangan tapi visa tak kunjung tiba. Mau tahu kapan keluarnya visa tersebut? 6 jam sebelum pesawat saya terbang ke Vienna! Halah!
Alasan ketatnya peraturan visa di negara maju memang sangat bisa dimengerti. Mereka tidak mau dibebani dengan para imigran gelap yang katanya dapat meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan bla bla bla. Sialnya paspor Indonesia sering disamakan perlakuannya dengan negara-negara Afrika yang ga jelas gitu. Inilah akibat nila setitik jadi rusak susu sebelahnya eh sebelanga. Kasian kan orang Indonesia yang memang niatnya pengen jalan-jalan doang seperti saya?
Tidak heran paspor orang Indonesia isinya kebanyakan cap-capan imigrasi Singapura dan Malaysia karena kedua negara tersebut menjadi negara yang disinggahi orang Indonesia jika ke luar negeri pertama kali dan tidak perlu visa. Tapi tahukah Anda bahwa dengan paspor Indonesia, kita bisa ke 11 negara-negara berikut tanpa apply visa? Thailand, Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam, Filipina, Hong Kong, Macao, Chile, Moroko, Peru, dan Vietnam. Lumayan juga ada 11 negara yang percaya kepada warga negara Indonesia untuk main ke negaranya tanpa syarat apa-apa kecuali boleh tinggal di negara tersebut maksimal sebulan. Well, sebenarnya sih peraturan ini bisa berlaku karena ada sistem reciprocal, paspor ke-11 negara tersebut juga dapat masuk Indonesia tanpa apply visa juga. Di luar 11 negara tersebut, kita harus mengurusnya di Kedutaan Besar negara yang ingin kita tuju di Indonesia, kecuali bagi warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Bukti visanya berupa sticker yang ditempel di paspor. Tapi kalau kita pengen pergi ke negara-negara yang tidak punya Kedutaan di Indonesia menimbulkan masalah lain, biasanya kita harus apply di Kedutaan negara yang menjajahnya. Nah, ribet bukan?
Ironisnya, orang luar masuk ke Indonesia gampang banget. Mereka hanya bermodalkan paspor yang berlaku saja. Makanya saya setuju banget dengan kebijakan pemerintah yang baru berlaku beberapa tahun belakangan ini untuk mengutip bayaran untuk visa Indonesia. Harga visa-on-arrival Indonesia, US$ 10 untuk 3 hari atau US$ 25 untuk 30 hari. Meskipun murah, paling tidak pemerintah Indonesia harus cool sedikit lah, atau bagi saya pribadi sih sebagai 'balas dendam' saja. Hehe! Untuk turis yang ingin tinggal di Indonesia lebih dari batas waktu itu harus mengurus di Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri. Sticker visa Indonesia bentuknya keren juga, berwarna biru dengan gambar latar kepulauan Indonesia. Lebih keren daripada visa negara Eropa yang plain saja.
Peraturan visa rasanya setiap tahun berbeda-beda, tergantung keadaan politiknya. Yang jelas, makin lama makin ribet urusannya. Dulu sih kebanyakan bisa diurus oleh travel agent, tinggal lengkapi dokumen dan bayar. Ada juga yang bisa diurus travel agent tapi pada saat wawancara kita tetap harus datang sendiri ke Kedutaan. Dapat atau tidaknya visa sungguh saya tidak tahu apa penyebabnya. Ada yang bilang kalau duit di rekening banyak, tapi sepupu saya yang tajir pernah ditolak visa Australianya. Ada yang bilang kalau sudah banyak visa di paspor akan semakin mudah, tapi teman saya ditolak visa Amerikanya. Sepertinya faktor keberuntungan jadi salah satu penentunya.
Katanya visa Amerika Serikat paling susah didapat, tapi untungnya saya sudah pernah punya 2 kali, terakhir urus tahun 1997. Sudah siap dengan dokumen setumpuk di tangan dan antrian yang panjang, saya menjadi deg-degan juga mengingat orang-orang di depan saya kok pada lama-lama ditanya, malah ada yang sekeluarga yang satu boleh yang lain tidak dapat visa, pake nangis-nangis segala lagi. Akhirnya giliran saya diwawancara oleh petugasnya. Dia cuman nanya dengan juteknya ngapain ke Amerika, saya menjawab untuk training karena mau buka franchise pertama dari Amerika di Indonesia. Begitu tahu nama perusahaannya, si bapak langsung matanya membelalak, “Really? That headquarter is in my hometown! I’m really glad you open that in Indonesia!”. Dan cap-cap-cap, keluarlah visa Amerika saya, multiple 5 tahun pula. Wah, ikatan primordial berlaku juga ternyata.
Terakhir saya mengurus visa Schengen di Kedutaan Besar Austria. Syaratnya harus bawa bukti booking-an tiket pesawat pulang pergi, booking-an hotel, slip gaji, bukti keuangan dari bank 3 bulan terakhir, asuransi perjalanan yang menjamin minimal 30.000 Euro, foto (berwarna, ukuran 3,5 x 4,5 cm, berlatar belakang terang), isi formulir, dan bayar 35 Euro. Tiga minggu sebelum keberangkatan, saya memasukkan visa application saya ke Kedutaan. Minggu kedua tanpa ada hasil, saya jadi blingsatan. Duh, tiket pesawat yang harganya tidak murah dan tidak bisa refund itu sudah di tangan tapi visa tak kunjung tiba. Mau tahu kapan keluarnya visa tersebut? 6 jam sebelum pesawat saya terbang ke Vienna! Halah!
Alasan ketatnya peraturan visa di negara maju memang sangat bisa dimengerti. Mereka tidak mau dibebani dengan para imigran gelap yang katanya dapat meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan bla bla bla. Sialnya paspor Indonesia sering disamakan perlakuannya dengan negara-negara Afrika yang ga jelas gitu. Inilah akibat nila setitik jadi rusak susu sebelahnya eh sebelanga. Kasian kan orang Indonesia yang memang niatnya pengen jalan-jalan doang seperti saya?