Pulau James Bond dan Candi Angelina Jolie
Tempat atau negara mana yang paling ingin Anda kunjungi dan mengapa? Entah kenapa kebanyakan jawaban orang adalah tempat-tempat yang dilihat dari film yang pernah ditontonnya. Contohnya karena terinspirasi film Before Sunrise-nya Ethan Hawke teman saya sangat ingin pergi ke Vienna, Austria. Atau karena teman saya tergila-gila film Lord of The Rings, dia ingin sekali pergi ke New Zealand. Rupanya film dokumenter seperti yang ada di Discovery Travel & Living channel itu tidak dihitung, mungkin karena tidak ada adegan yang romantis atau adegan yang ‘nancep’ di hati. Pertanyaan selanjutnya: film apa yang membuat Anda ingin sekali pergi ke sana? Kalau saya sih banyak, dan terus terang memang menjadi salah satu alasan saya mengunjungi suatu tempat.
Saya sengaja niat pergi ke Phi Phi Island, Thailand, karena jatuh hati dengan pantai tempat Leonardo di Caprio tinggal dalam film The Beach. Gimana nggak ngiler lihat pantai pasir putih dan air laut yang biru toska bening seperti di film tersebut? Agen pariwisata Thailand tidak melewatkan kesempatan menjual lokasi syutingnya kepada para turis, mereka promosi habis-habisan lewat brosur dengan paket-paket tur bergambar Leonardo di Caprio (bahkan pulau tersebut dinamakan ‘Leo Island’!). Di sana, hotel, restoran, dan operator diving rajin memutar lagu yang merupakan soundtrack filmnya yaitu lagu Pure Shore-nya All Saint, juga sering ada nonton bareng film The Beach pakai giant screen. Mulanya saya bingung kok pantainya tidak seperti di film, rupanya pantai si Leo harus naik kapal dulu karena terletak di Phi Phi Ley yang tidak berpenghuni, sementara semua penginapan ada di Phi Phi Don.
Karena lokasi syutinglah nama pulau bisa berubah menjadi ‘James Bond Island’, tempat lokasi syuting film The Man with the Golden Gun yang dirilis tahun 1974. Nama pulau itu sebenarnya adalah Khao Phing Kan Island yang terletak di Phang Nga Bay, Thailand. Meski di fim tersebut diceritakan si James sedang berada di Cina, tapi lokasi syutingnya di Thailand dan jadilah tempat pariwisata. Untunglah candi Ta Phrom yang berada di kompleks candi Angkor Wat, Kamboja, tidak dinamai candi ‘Angelina’ karena film Tomb Raiders-nya Angelina Jolie syutingnya di sana. Scene Angeline kejar-kejaran di candi yang ada akar pohon besar yang menembus candi dijual agen pariwisata sebagai paling tempat wajib dikunjungi, lebih populer dibanding candi-candi lainnya.
Dulu tujuan saya ke Austria adalah karena film The Sound of Music yang meskipun dirilis tahun 1965 namun merupakan film sepanjang masa. Pemandangannya yang indah, pegunungan hijau, bunga edelweis, istana indah di pinggir danau yang tenang, begitu tertanam di benak saya sejak saya masih anak-anak. Lagi-lagi agen pariwisata di Salzburg benar-benar tahu cara menjual paket wisata, suasana seperti di film zaman baheula itu benar-benar dibangun. Hotel dan restoran terus-terusan memasang lagu soundtrack dan memutar filmnya, suvenir saja gambarnya si Julie Andrews. Saya pun ikut tur lokal ‘Sound of Music’, di dalam bis ada TV dan DVD jadi setiap tour guide-nya menerangkan tentang suatu tempat, diputarlah salah satu scene dari film. Contohnya gazebo tempat Rolf melamar Liesl dengan nyanyian “I am sixteen going on seventeen”, tangga di Mirabell Garden tempat anak-anak Von Trapp nyanyi “Do re mi” (si tour guide-nya sampai menirukan tarian do re mi), atau tempat Maria dan Baron kawin di Mondsee Cathedral. Si tour guide bahkan menceritakan gosip-gosip nggak penting selama syuting film ini, misalnya si Liesl yang dalam film berumur 16 tahun tapi dalam kenyataan pemerannya sudah berumur 22 tahun.
Lihat bagaimana New Zealand berhasil menjual pariwisatanya, karena film Lord of The Rings, negara itu menjadi sangat terkenal dan pemasukan negara dari turisme meningkat. Penerbangan nasionalnya, Air New Zealand, bahkan mencat badan pesawatnya dengan gambar-gambar casting dan pemandangan film Lord of The Rings, tagline-nya saja ditulis ‘Airlines of Middle Earth’. Bekas setting syutingnya pun dibiarkan agar dapat dijual ke turis, seperti desa Hobbiton dimana para Hobbits tinggal di rumah-rumah mini. Paket wisata ke tempat lokasi syuting film tersebut yang tersebar hampir di seluruh negara laku keras, dan semua yang ada di film benar-benar nyata dan indah: Misty Mountains, Mount Doom, bukit Edoras, Mordor, Ford of Bruienen, lokasinya Pillars of the Kings. Halah! Bahkan film-film Bollywood pun sering mengambil syuting di New Zealand, meski orang menyangka syutingnya di Swiss karena ada pegunungan saljunya.
Balik ke negara sendiri, saya jadi berpikir film apa yang membuat orang ingin ke Indonesia? Rasanya tidak ada. Atau mungkin video clip-nya Michael Learns to Rock yang lokasi syutingnya di pantai Dreamland, Bali? Beberapa film Hollywood dengan parahnya menggambarkan Indonesia yang masih sangat primitif, seperti penggambaran Brad Pitt dalam film Legends of The Fall dimana karena sakit hati dia mengembara ke Indonesia yang digambarkan pantai kosong dengan orang-orang primitif berkulit hitam tapi seluruh tubuhnya dilumuri cat putih. Hah, Indonesia bagian mana tuh? Beberapa film lain ada juga yang menggambarkan Bali tapi saya yakin syutingnya bukan di Bali. Ironisnya, ada film barat jelas-jelas tentang Indonesia tapi seluruh lokasi syutingnya malah dilakukan di Filipina! Ya, itulah film The Year of Living Dangerously yang dibintangi oleh Mel Gibson, Sigorney Weaver dan Linda Hunt! Sementara film Indonesia sendiri yang membuat saya ingin pergi ke sana adalah filmnya Garin Nugroho berjudul Surat Untuk Bidadari dimana lokasi syutingnya di Sumba. Dengan pemandangan yang indah dan penggarapan yang baik, saya bertekad suatu hari saya akan mengunjungi Sumba.
Saya sengaja niat pergi ke Phi Phi Island, Thailand, karena jatuh hati dengan pantai tempat Leonardo di Caprio tinggal dalam film The Beach. Gimana nggak ngiler lihat pantai pasir putih dan air laut yang biru toska bening seperti di film tersebut? Agen pariwisata Thailand tidak melewatkan kesempatan menjual lokasi syutingnya kepada para turis, mereka promosi habis-habisan lewat brosur dengan paket-paket tur bergambar Leonardo di Caprio (bahkan pulau tersebut dinamakan ‘Leo Island’!). Di sana, hotel, restoran, dan operator diving rajin memutar lagu yang merupakan soundtrack filmnya yaitu lagu Pure Shore-nya All Saint, juga sering ada nonton bareng film The Beach pakai giant screen. Mulanya saya bingung kok pantainya tidak seperti di film, rupanya pantai si Leo harus naik kapal dulu karena terletak di Phi Phi Ley yang tidak berpenghuni, sementara semua penginapan ada di Phi Phi Don.
Karena lokasi syutinglah nama pulau bisa berubah menjadi ‘James Bond Island’, tempat lokasi syuting film The Man with the Golden Gun yang dirilis tahun 1974. Nama pulau itu sebenarnya adalah Khao Phing Kan Island yang terletak di Phang Nga Bay, Thailand. Meski di fim tersebut diceritakan si James sedang berada di Cina, tapi lokasi syutingnya di Thailand dan jadilah tempat pariwisata. Untunglah candi Ta Phrom yang berada di kompleks candi Angkor Wat, Kamboja, tidak dinamai candi ‘Angelina’ karena film Tomb Raiders-nya Angelina Jolie syutingnya di sana. Scene Angeline kejar-kejaran di candi yang ada akar pohon besar yang menembus candi dijual agen pariwisata sebagai paling tempat wajib dikunjungi, lebih populer dibanding candi-candi lainnya.
Dulu tujuan saya ke Austria adalah karena film The Sound of Music yang meskipun dirilis tahun 1965 namun merupakan film sepanjang masa. Pemandangannya yang indah, pegunungan hijau, bunga edelweis, istana indah di pinggir danau yang tenang, begitu tertanam di benak saya sejak saya masih anak-anak. Lagi-lagi agen pariwisata di Salzburg benar-benar tahu cara menjual paket wisata, suasana seperti di film zaman baheula itu benar-benar dibangun. Hotel dan restoran terus-terusan memasang lagu soundtrack dan memutar filmnya, suvenir saja gambarnya si Julie Andrews. Saya pun ikut tur lokal ‘Sound of Music’, di dalam bis ada TV dan DVD jadi setiap tour guide-nya menerangkan tentang suatu tempat, diputarlah salah satu scene dari film. Contohnya gazebo tempat Rolf melamar Liesl dengan nyanyian “I am sixteen going on seventeen”, tangga di Mirabell Garden tempat anak-anak Von Trapp nyanyi “Do re mi” (si tour guide-nya sampai menirukan tarian do re mi), atau tempat Maria dan Baron kawin di Mondsee Cathedral. Si tour guide bahkan menceritakan gosip-gosip nggak penting selama syuting film ini, misalnya si Liesl yang dalam film berumur 16 tahun tapi dalam kenyataan pemerannya sudah berumur 22 tahun.
Lihat bagaimana New Zealand berhasil menjual pariwisatanya, karena film Lord of The Rings, negara itu menjadi sangat terkenal dan pemasukan negara dari turisme meningkat. Penerbangan nasionalnya, Air New Zealand, bahkan mencat badan pesawatnya dengan gambar-gambar casting dan pemandangan film Lord of The Rings, tagline-nya saja ditulis ‘Airlines of Middle Earth’. Bekas setting syutingnya pun dibiarkan agar dapat dijual ke turis, seperti desa Hobbiton dimana para Hobbits tinggal di rumah-rumah mini. Paket wisata ke tempat lokasi syuting film tersebut yang tersebar hampir di seluruh negara laku keras, dan semua yang ada di film benar-benar nyata dan indah: Misty Mountains, Mount Doom, bukit Edoras, Mordor, Ford of Bruienen, lokasinya Pillars of the Kings. Halah! Bahkan film-film Bollywood pun sering mengambil syuting di New Zealand, meski orang menyangka syutingnya di Swiss karena ada pegunungan saljunya.
Balik ke negara sendiri, saya jadi berpikir film apa yang membuat orang ingin ke Indonesia? Rasanya tidak ada. Atau mungkin video clip-nya Michael Learns to Rock yang lokasi syutingnya di pantai Dreamland, Bali? Beberapa film Hollywood dengan parahnya menggambarkan Indonesia yang masih sangat primitif, seperti penggambaran Brad Pitt dalam film Legends of The Fall dimana karena sakit hati dia mengembara ke Indonesia yang digambarkan pantai kosong dengan orang-orang primitif berkulit hitam tapi seluruh tubuhnya dilumuri cat putih. Hah, Indonesia bagian mana tuh? Beberapa film lain ada juga yang menggambarkan Bali tapi saya yakin syutingnya bukan di Bali. Ironisnya, ada film barat jelas-jelas tentang Indonesia tapi seluruh lokasi syutingnya malah dilakukan di Filipina! Ya, itulah film The Year of Living Dangerously yang dibintangi oleh Mel Gibson, Sigorney Weaver dan Linda Hunt! Sementara film Indonesia sendiri yang membuat saya ingin pergi ke sana adalah filmnya Garin Nugroho berjudul Surat Untuk Bidadari dimana lokasi syutingnya di Sumba. Dengan pemandangan yang indah dan penggarapan yang baik, saya bertekad suatu hari saya akan mengunjungi Sumba.