« Home | Susah Selingkuh di Palau » | Palau: negara hiu! » | Liburan ke Palau bukan Pulau » | Cakar-cakaran langit » | Visa doesn’t take you anywhere » | Sandal Jepit Pejabat » | Kuping Babi, Embrio Bebek, atau Kecoa? » | Kecil tapi Penting » | Tragedi Paspor » | Mau Murah, Tahanlah Lapar »

Wednesday, September 13, 2006

Takut Maling, Bukan Takut Teroris

Per tanggal 11 Agustus 2006, Amerika Serikat memberlakukan peraturan penerbangan terbaru, konon gara-garanya ada kecurigaan atas aksi terorisme di salah satu penerbangan jalur Inggris dan AS. Peraturannya lumayan bikin orang marah karena setiap penumpang pesawat terbang saat ini dilarang membawa barang-barang berbasis cairan, termasuk gel dan aerosol, ke dalam kabin pesawat kecuali masuk ke dalam bagasi. Jadi segala macam lotion, gel rambut, sampo, odol, lip gloss, lighter, air minum, sampai cairan lensa kontak dilarang keras dibawa penumpang. Obat-obatan hanya boleh dibawa masuk pesawat apabila ada label nama yang sesuai dengan nama penumpang dan sudah ada persetujuan dari tim medis bandara, susu bayi baru boleh dibawa masuk setelah si ibu memakan susu bubuk di depan petugas. Beli liquor di Duty Free juga tidak bisa. Bahkan Inggris katanya lebih parno lagi dengan membuat peraturan tidak boleh membawa segala macam alat elektronik termasuk laptop dan iPod!

Rupanya peraturan ini langsung diberlakukan serentak di negara-negara lain, saya pun baru menyadarinya ketika saya terbang dari Filipina baru-baru ini. Ransel tentengan saya diperiksa petugas sebelum masuk bandara, diendus dulu oleh anjing pelacak, dibuka satu per satu kantong-kantongnya dan disuruh memindahkan barang-barang berbasis cairan ke dalam ransel besar saya yang masuk ke bagasi. Yang paling mengesalkan saya harus merelakan 2 barang, yaitu botol minum air mineral yang selalu saya bawa ke mana-mana dan tetes air mata untuk lensa kontak. Alhasil dua jam di bandara saya kehausan dan terpaksa mengeluarkan duit lagi untuk beli minum, dan begitu mendarat kedua mata saya merah meradang akibat udara pesawat yang kering. Cis! Saat akan boarding dalam penerbangan balik dari Davao ke Manado, saya melihat pemandangan yang ironis: 7 orang petugas ground-handling bandara berdiri di pintu pesawat sambil menenteng puluhan dus styrofoam berisi es krim duren khas Davao untuk diberikan kepada serombongan orang Indonesia. Sudah jelas dilarang bawa cairan ke dalam pesawat, eh bisa-bisanya lolos bawa es krim! Rupanya rombongan itu (yang didukung oleh pejabat konsulat setempat) menyogok para petugas bandara sehingga es krim tidak melewati jalur pemeriksaan penumpang! Hebat bukan?

Hubungan antara cairan dan terorisme saya kurang pasti mengapa, tapi saya pernah nonton di Discovery Channel tentang pemboman di Philippine Airlines dimana teroris menggunakan botol cairan pencuci lensa kontak untuk menanamkan detonator. Yah, mungkin itu sebabnya. Dari cerita itu juga digambarkan bahwa si teroris membawa alat pemicu bomnya yang disembunyikan ke dalam sol sepatu. Di Indonesia boro-boro ada larangan bawa barang berbasis cairan, prosesi buka ikat pinggang dan sepatu saat melewati Sinar X saja tidak pernah ada meski di negara-negara tetangga kita saja sudah memberlakukan peraturan itu.

Saya jadi curiga dengan gerbang metal detector yang ada di bandara Indonesia - kok tidak sesensitif di luar negeri dimana ngantongin banyak uang koin atau pakai jam tangan metal saja alarmnya berbunyi. Lucunya lagi, di bandara Indonesia kalaupun ada alarm yang bunyi, si petugas tidak memeriksa dengan seksama. Si petugas memang memakai tongkat metal detector untuk pemeriksaan lebih lanjut, tapi berbunyipun si petugas tidak pernah menyentuh pakaian si penumpang, paling tidak memegang benda tersebut dan menanyakan isinya apa. Malah kalau ibu-ibu yang lewat pun dicuekin sama sekali meskipun alarmnya berbunyi. Suatu kali saya tahu banget teman saya bawa HT dan handphone yang tidak dikeluarkan dari sakunya, meskipun alarm di gerbang berbunyi dan selanjutnya si petugas men-scan dengan tongkat dan bunyi juga, tapi si petugas cuek aja tuh. Hii!

Paling ‘ketat’ memang di Bandara Soekarno-Hatta, soalnya gunting kuku saya pernah disita dan saya pernah diinterogasi petugas karena membawa ratusan pin merchandise kantor saya. Di Bandara Sam Ratulangi di Manado, teman saya pernah lupa memindahkan gunting ke dalam bagasi jadi gunting tersebut ditaruh begitu saja di dalam tas tangannya. Mau tahu apa yang terjadi setelah melewati Sinar X? Si petugas berteriak, “Ada yang bawa gunting? Siapa yang bawa gunting ya? Kamu? Kamu?” sambil menunjuk-nunjuk saya, teman saya, dan satu orang lain yang mengantri. Lah, tentu saja tidak ada yang mau mengaku! Lagian si petugas kan bisa melihat dari layar TV bentuk-bentuk tas yang lewat di ban berjalan di depannya, secara cuman 3 orang yang lewat dengan 3 buah tas yang berjalan berurutan sesuai urutan antrian orang! Wih, bahayanya!

Soal peraturan apa yang boleh dan tidak dibawa ke dalam pesawat, di mana-mana selalu tertulis jelas, besar, dan strategis di dalam bandara – kecuali di Indonesia. Di kita memang ada peraturan yang ditulis besar di plang sebelum masuk bandara, tapi plangnya diletakkan di tempat yang tersembunyi yang tidak terlihat oleh penumpang. Lucunya, satu-satunya peraturan yang saya lihat jelas dan besar adalah pada roll-up banner yang diletakkan persis di sebelah meja check-in yang bertuliskan ‘Dilarang membawa barang berharga’ dengan gambar perhiasan, laptop, jam tangan, yang disilang-silang merah. Gila ya, hare gene orang Indonesia ternyata lebih takut dengan maling dibanding dengan teroris!


E-mail this post



Remenber me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...

|