« Home | Liburan ke Palau bukan Pulau » | Cakar-cakaran langit » | Visa doesn’t take you anywhere » | Sandal Jepit Pejabat » | Kuping Babi, Embrio Bebek, atau Kecoa? » | Kecil tapi Penting » | Tragedi Paspor » | Mau Murah, Tahanlah Lapar » | Lost in Translation » | Pertandingan Olah Raga? Bete! »

Monday, August 28, 2006

Palau: negara hiu!

Tujuan utama wisatawan ke Palau adalah untuk wisata alam; pantai dengan pasir putih, laut yang bersih, hutan tropis, danau, air terjun, meski terdapat pula rumah adat dan peninggalan zaman monolith. Sekitar 40 menit naik speed boat dari Koror terdapat Rock Islands, kumpulan 200an pulau-pulau kecil tak berpenghuni yang terbuat dari karang laut yang membentuk seperti labirin. Setiap orang yang pergi ke Rock Islands harus bayar permit 15$ yang berlaku 15 hari sebagai sumbangan kelestarian taman laut. Di sana kita bisa snorkeling, kayaking, mancing, berenang, leyeh-leyeh di pantai sepi yang tinggal dipilih. Seperti Phi Phi Islands atau daerah Krabi di Thailand tapi jauh lebih besar, lebih banyak pulaunya dan lebih bersih. Warna biru air lautnya saja beragam, mulai dari biru muda, turqois, sampai biru tua. Palau terkenal terutama dengan alam bawah lautnya, konon laut Palau merupakan rumah dari 1.300 jenis spesies ikan dan 700 jenis spesies karang laut. Namun bagi saya, Palau adalah negara ikan hiu – saya tidak pernah melihat hiu sebanyak yang saya lihat di laut Palau, bahkan berenang di pantai pun bisa ketemu hiu! Pantas saja setiap dive operator mengklaim guaranteed sharks, jaminan pasti ketemu hiu dengan jenis white tip, gray reef, hammerhead dan whale sharks.

Diving spot yang paling populer adalah Blue Corner, disebut ‘biru’ karena cahaya matahari yang masuk ke dalam laut merefleksikan cahaya yang sangat biru, dan disebut ‘pojok’ karena wall yang sangat dalam. Ribuan school of fish (saya tidak tahu bahasa Indonesianya, sebut saja ‘gerombolan ikan’) yang berwarna-warni dari berbagai jenis dan ukuran, sangat banyak sehingga berasa seperti berada di planet lain. Bahkan gerombolan ikan barakuda yang lewat bisa memblok pandangan saking banyaknya mereka berenang bergerombolan. Wall-nya sendiri terdapat bermacam soft coral dan sea fan berwarna pastel. Karena Blue Corner berarus lumayan kencang, setiap diver diberikan reef hook untuk menyangkutkan diri di wall agar dapat dengan kondisi statis menonton para ikan hiu berseliweran persis di depan mata. Ternyata saya juga melihat manta rays (ikan pari raksasa), big eyed jacks, napoleon wrass, dan black snapper. Sedap! Peraturan diving di Palau, saat kita akan naik ke permukaan harus membumbungkan safety sausage agar tidak ditabrak kapal-kapal yang lewat karena di sana kapal-kapal tidak boleh membuang jangkar jadi kita harus tunggu dijemput.

Bagi yang tidak bisa diving, snorkeling pun memiliki sensasi sendiri. Airnya yang bening, karang laut yang sehat dan ikan yang banyak membuat orang berdecak kagum. Kayaking di Rock Islands juga mantap, mendayung di labirin dengan air yang tenang dan jernih, masuk ke dalam lagun-lagun kecil dengan pemandangan spektakular, berhenti di pantai pasir putih sambil leyeh-leyeh dan mendengar suara burung...wih! Jellyfish lake yang seperti di Pulau Kakaban juga persis sama. Kita harus mendaki atol untuk sampai ke danau yang dikelilingi hutan rimbun lalu berenang di antara ribuan ubur-ubur yang menggelikan. Tapi jellyfish lake di Indonesia jauh lebih oke, di sini terlalu komersil dan sering dikunjungi banyak orang sehingga untuk menemukan ubur-ubur harus berenang ke tengah danau terlebih dahulu. Jenis ubur-uburnya pun hanya yang berbentuk jamur, tidak seperti di Kakaban yang terdapat 3 jenis. Dari segi jumlah, ubur-ubur di sana memang jauh lebih sedikit, bayangkan di Kakaban saking banyaknya ubur-ubur jadi berasa seperti berenang di dalam cendol.

Kembali ke daratan, karena paket dari penerbangan hanya untuk menginap 3 hari pertama dan harga kamar normal per hari ternyata 100$, selanjutnya kami pindah ke New Koror Hotel yang seharga 40$ semalam untuk berdua – ini merupakan penginapan termurah se-Palau! Meski terletak di pinggir jalan raya di pusat kota dan persis di seberang hotel mewah Palasia, tapi kondisinya kayak kos-kosan. Sebagian kamar-kamarnya memang dihuni oleh para pekerja hotel asal Filipina dan Indonesia yang ngekos di sana. Dari merekalah saya mengetahui tempat makan murah, yaitu di ABC Cafe – warung makanan Filipina yang dengan bayar 3$ bisa makan nasi dan lauk dengan enak dan kenyang (mana koki dan waiter-nya adalah 2 orang cowok brondong yang ganteng lage!). Parahnya, Palau sedang dilanda krisis listrik sehingga setiap hari dari jam 5 sore sampai jam 10 malam mati listrik, dan karena ini hotel ecek-ecek jadi tidak punya generator! Dengan jendela kamar yang tidak bisa dibuka, berada di dalam kamar berasa di dalam oven saking panasnya. Alhasil setiap malam kami keluar-masuk supermarket untuk ‘ngadem’ berhubung tidak ada kehidupan malam di sana. Saya hanya bisa sirik melihat cahaya lampu dari hotel Palasia di seberang. Yah, ada harga ada mutu...

Bersambung...


E-mail this post



Remenber me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...

|