Traveling with Superstar
Traveling sendiri sudah pernah, traveling bersama keluarga sudah pernah, traveling bersama teman apalagi - semua sudah pernah. Tapi traveling bersama Superstar alias orang-orang yang sangat terkenal, baru tidak biasa! Superstar ini adalah salah satu grup band nomor 1 di Indonesia, ketika saya mengikuti tur konser musik mereka keliling Indonesia. Memang menarik memperhatikan gaya hidup artis yang dipuja masyarakat, mereka sulit memiliki privasi, ke mana-mana mereka selalu dikerubuti penggemar. Apalagi semakin jauh dan terpencil kota tempat mereka konser, maka semakin heboh para penggemarnya.
Dalam satu rombongan grup band, tidak hanya berisi personil utamanya saja, tapi termasuk juga kru (crew), jadi total rombongan bisa lebih dari dua kali lipat jumlah personil. Kru personil bertugas mengurusi peralatan, mensetnya sebelum, dan mengemasnya sesudah manggung. Setiap kru personil memiliki kemampuan musik yang baik, mereka dapat menjadi pemain pengganti bila salah satu personil tidak dapat tampil bila terjadi keadaan darurat, kecuali vokalis tentunya. Selain itu, ada kru khusus sound engineering, lighting, dan merchandising. Ada juga koordinator personil band yang disebut artist manager yang bertanggung jawab terhadap masalah kontrak dengan perusahaan rekaman, penyelenggara konser, dan mengatur jadwal artis. Lalu ada koordinator kru yang disebut road manager yang bertanggung jawab saat di jalan, seperti mengurus persiapan manggung, makan para kru, dan keperluan personil. Setiap penyelenggara konser wajib menyediakan artist security yang bertugas mengamankan artis, terutama menjaga si vokalis yang sering ditarik-tarik para penggemar, sampai security-nya pun sering kena cakar.
Dalam satu rangkaian tur musik, sebulan Superstar bisa manggung sampai di 10 kota berbeda, ditambah lagi acara jumpa pers di antaranya. Konser biasanya diadakan setiap 2 hari sekali, sehari untuk perjalanan dan istirahat, sehari untuk persiapan dan konser. Barang bawaan rombongan grup band lumayan banyak, selain tas-tas berisi pakaian, mereka membawa peralatan musiknya sendiri. Belum lagi gadget yang dibawa mereka, mulai dari handphone yang lebih dari satu, iPod, speaker, laptop, sampai PlayStation. Kendaraan yang harus disediakan untuk rombongan adalah bis besar untuk para kru dan 2 unit mobil van seperti Pregio atau Elf untuk para personil dan security.
Perjalanan antar kota ditempuh naik pesawat, bila tersedia. Naik pesawat ada triknya; peralatan band masuk cargo sejak subuh, rombongan kru dan barang bawaannya di-check-in-kan terlebih dahulu oleh penyelenggara, mendekati waktu boarding barulah personil band masuk bandara – itu pun dikawal dengan susah payah karena selalu dikerubuti penggemar. Kalau masih ada waktu, mereka menunggu di airport lounge. Sebentar-sebentar ada yang mengetuk dan minta foto-foto, ngakunya ajudan Kapolda lah, istri Kapolres lah, anggota DPR lah, dan lain lain. Saat masuk ke dalam pesawat adalah saat dimana mereka membuat heboh para penumpang lain, bisa-bisanya penumpang berlari ke kursi para personil dan minta foto-foto sampai dimarahi pramugari karena pesawat mau take-off tapi para penggemar tidak mau kembali ke kursinya. Begitu pesawat take-off, para personil dengan mudahnya langsung bablas tidur. Begitu mendarat, lagi-lagi masih ada yang niat minta foto sehingga jalan di gang pesawat berdesakan dengan orang yang berebut mendekati personil dan bertabrakan dengan orang yang mengantri keluar pesawat. Sampai di bandara, perburuan artis terus berlanjut, jalan ke luar saja sangat susah karena sebentar-sebentar diberhentikan penggemar yang minta foto bersama. Para personil lalu langsung ke luar bandara dan naik mobil jemputan yang langsung menuju hotel - itupun kadang ‘dihadang’ oleh petugas parkir bandara yang tidak mau membuka portal kalau tidak diperbolehkan bersalaman dulu dengan personil! Sementara barang-barang diurus oleh kru yang bakal belakangan masuk hotel naik bis.
Karena banyak juga kota tempat konser yang tidak ada jalur udara, maka mereka harus naik bis berjam-jam dari satu kota ke kota lain. Bis untuk tur musik berkapasitas 52 kursi dan telah didisain khusus, kursi-kursinya dicabut dan sudah dikaroseri sedemikian rupa sehingga membentuk tempat tidur lengkap dengan kasur busa, selimut, dan bantal. Kursi-kursi di belakangnya ditempati oleh para kru, tapi hanya bisa dimundurkan senderannya saja. Bis juga sudah dilengkapi AC, TV, toilet, dan yang paling penting adalah korden. Memang jauh dengan kondisi bis artis yang dipunyai artis Amerika seperti di film-film, tapi bis ini lumayan untuk tidur menyimpan tenaga. Suasana di dalam bis bagaikan study tour jaman sekolah: ribut dengan obrolan dan becandaan, gonjrang-gonjreng gitar, nyanyi-nyanyi, bunyi-bunyi ringtone handphone, dan penuh dengan asap rokok. Makan di tengah jalan ada triknya juga, cari restoran yang besar tapi tidak ramai oleh tamu lain. Si empunya restoran bagaikan mendapat durian runtuh, pelayanannya jadi spesial; minta apa-apa jadi cepat, semuanya jadi ramah – sampai saya berasa tidak enak dengan tamu lainnya karena kami selalu didahulukan. Sehabis makan pasti diminta untuk foto-foto bersama, yang nantinya akan dipajang di restoran sebagai bukti bahwa Superstar pernah makan di sana.
Bersambung...
Dalam satu rombongan grup band, tidak hanya berisi personil utamanya saja, tapi termasuk juga kru (crew), jadi total rombongan bisa lebih dari dua kali lipat jumlah personil. Kru personil bertugas mengurusi peralatan, mensetnya sebelum, dan mengemasnya sesudah manggung. Setiap kru personil memiliki kemampuan musik yang baik, mereka dapat menjadi pemain pengganti bila salah satu personil tidak dapat tampil bila terjadi keadaan darurat, kecuali vokalis tentunya. Selain itu, ada kru khusus sound engineering, lighting, dan merchandising. Ada juga koordinator personil band yang disebut artist manager yang bertanggung jawab terhadap masalah kontrak dengan perusahaan rekaman, penyelenggara konser, dan mengatur jadwal artis. Lalu ada koordinator kru yang disebut road manager yang bertanggung jawab saat di jalan, seperti mengurus persiapan manggung, makan para kru, dan keperluan personil. Setiap penyelenggara konser wajib menyediakan artist security yang bertugas mengamankan artis, terutama menjaga si vokalis yang sering ditarik-tarik para penggemar, sampai security-nya pun sering kena cakar.
Dalam satu rangkaian tur musik, sebulan Superstar bisa manggung sampai di 10 kota berbeda, ditambah lagi acara jumpa pers di antaranya. Konser biasanya diadakan setiap 2 hari sekali, sehari untuk perjalanan dan istirahat, sehari untuk persiapan dan konser. Barang bawaan rombongan grup band lumayan banyak, selain tas-tas berisi pakaian, mereka membawa peralatan musiknya sendiri. Belum lagi gadget yang dibawa mereka, mulai dari handphone yang lebih dari satu, iPod, speaker, laptop, sampai PlayStation. Kendaraan yang harus disediakan untuk rombongan adalah bis besar untuk para kru dan 2 unit mobil van seperti Pregio atau Elf untuk para personil dan security.
Perjalanan antar kota ditempuh naik pesawat, bila tersedia. Naik pesawat ada triknya; peralatan band masuk cargo sejak subuh, rombongan kru dan barang bawaannya di-check-in-kan terlebih dahulu oleh penyelenggara, mendekati waktu boarding barulah personil band masuk bandara – itu pun dikawal dengan susah payah karena selalu dikerubuti penggemar. Kalau masih ada waktu, mereka menunggu di airport lounge. Sebentar-sebentar ada yang mengetuk dan minta foto-foto, ngakunya ajudan Kapolda lah, istri Kapolres lah, anggota DPR lah, dan lain lain. Saat masuk ke dalam pesawat adalah saat dimana mereka membuat heboh para penumpang lain, bisa-bisanya penumpang berlari ke kursi para personil dan minta foto-foto sampai dimarahi pramugari karena pesawat mau take-off tapi para penggemar tidak mau kembali ke kursinya. Begitu pesawat take-off, para personil dengan mudahnya langsung bablas tidur. Begitu mendarat, lagi-lagi masih ada yang niat minta foto sehingga jalan di gang pesawat berdesakan dengan orang yang berebut mendekati personil dan bertabrakan dengan orang yang mengantri keluar pesawat. Sampai di bandara, perburuan artis terus berlanjut, jalan ke luar saja sangat susah karena sebentar-sebentar diberhentikan penggemar yang minta foto bersama. Para personil lalu langsung ke luar bandara dan naik mobil jemputan yang langsung menuju hotel - itupun kadang ‘dihadang’ oleh petugas parkir bandara yang tidak mau membuka portal kalau tidak diperbolehkan bersalaman dulu dengan personil! Sementara barang-barang diurus oleh kru yang bakal belakangan masuk hotel naik bis.
Karena banyak juga kota tempat konser yang tidak ada jalur udara, maka mereka harus naik bis berjam-jam dari satu kota ke kota lain. Bis untuk tur musik berkapasitas 52 kursi dan telah didisain khusus, kursi-kursinya dicabut dan sudah dikaroseri sedemikian rupa sehingga membentuk tempat tidur lengkap dengan kasur busa, selimut, dan bantal. Kursi-kursi di belakangnya ditempati oleh para kru, tapi hanya bisa dimundurkan senderannya saja. Bis juga sudah dilengkapi AC, TV, toilet, dan yang paling penting adalah korden. Memang jauh dengan kondisi bis artis yang dipunyai artis Amerika seperti di film-film, tapi bis ini lumayan untuk tidur menyimpan tenaga. Suasana di dalam bis bagaikan study tour jaman sekolah: ribut dengan obrolan dan becandaan, gonjrang-gonjreng gitar, nyanyi-nyanyi, bunyi-bunyi ringtone handphone, dan penuh dengan asap rokok. Makan di tengah jalan ada triknya juga, cari restoran yang besar tapi tidak ramai oleh tamu lain. Si empunya restoran bagaikan mendapat durian runtuh, pelayanannya jadi spesial; minta apa-apa jadi cepat, semuanya jadi ramah – sampai saya berasa tidak enak dengan tamu lainnya karena kami selalu didahulukan. Sehabis makan pasti diminta untuk foto-foto bersama, yang nantinya akan dipajang di restoran sebagai bukti bahwa Superstar pernah makan di sana.
Bersambung...