Faktor ‘U’
Tujuan, gaya, dan teman traveling sedikit banyak tergantung dari Faktor ‘U’ alias Faktor Umur atau Usia. Kita yang berasal dari negara berkembang dengan standar hidup rendah, baru bisa (paksa-paksain) traveling ke luar negeri setelah bekerja dan mempunyai duit sendiri. Pada saat saya mampu traveling ke luar negeri sendiri, umur saya sudah tidak matching dengan kebanyakan para backpackers. Di hostel sebagian besar yang menginap berumur early 20s, mereka traveling setelah lulus kuliah. Ada juga yang masih teenagers, baru lulus SMA dan keliling dunia. Imbasnya, saya lebih sering jalan dengan para brondong yang 'kaga ada matinye' - jalan ke sana ke mari, dugem sana-sini. Sepuluh tahun yang lalu sih masih asik, tapi sekarang capek. Malesnya lagi, kalau ada cowok brondong yang baru jalan sekali sudah bicara cinta dan mau menyusul ke Indonesia. Sori ya, saya bukan paedophilia! Hehe!
Memang enak kalau nemu teman jalan yang seumuran saya, pace-nya sama, gaya jalannya tidak kere-kere banget, dan obrolan nyambung. Sayangnya saya jarang sekali ketemu, konon karena di usia saya lagi sibuk-sibuknya mengejar karir dan membina rumah tangga. Cuih! Sekalinya saya kenalan dengan yang berumur late 20s, kebanyakan adalah pasangan muda. Meskipun mereka tidak keberatan, kan males saya jadi ‘obat nyamuk’ melulu, sementara mereka ‘kecipak-kecipok’ di depan muka saya. Namun akhir-akhir ini saya malah menikmati berteman dengan orang tua sekalian di atas 50an dimana mereka sedang berlibur menikmati masa pensiunnya. Meskipun mereka lebih slow daripada saya, tapi enak diajak ngobrol dan royal. Jadi saya tinggal memilih: kalau lagi punya banyak energi dan ingin gila, saya jalan dengan brondong, tapi kalau lagi ingin santai dan agak borju, saya jalan dengan manula.
Traveling hemat itu tergantung Faktor ‘U’, semakin muda semakin murah. Keliling Eropa paling murah adalah dengan menggunakan tiket Eurailpass, dengan jumlah hari tertentu kita dapat bebas bepergian ke 17 negara. Namun tiket paling murah adalah jenis Eurailpass Youth dengan diskon 35%, tapi syaratnya harus berusia maksimal 26 tahun. Di beberapa hostel di Eropa bahkan mempunyai batas umur agar dapat menginap. Saya terhina sekali ketika membaca peraturan bahwa salah satu hostel di Jerman membatasi umur maksimal 28 tahun. Untuk menjadi anggota Youth Hostel Association harganya pun berdasakan umur, bisa gratis atau diskon 50% bila berumur di bawah 18 tahun. Tiket masuk museum, culture site, bahkan beberapa jenis transportasi, banyak yang memberikan diskon bila kita muda sekali atau tua sekalian di atas 60 tahun. Bisa sih sudah ‘tua’ tapi dapat diskon, asal berstatus masih kuliah full-time dan mempunyai kartu ISIC (International Student Identity Card). Pokoknya saya tetap tidak setuju bila golongan usia saya dan pekerja dianggap berduit. Orang Indonesia gitu loh!
Faktor ‘U’ juga membedakan barang bawaan saat traveling - saya sekarang membawa barang lebih banyak daripada dulu. Kantong mandi saja yang biasanya hanya berisi sabun, sikat gigi dan odol, sekarang bertambah dengan botol pencuci lensa kontak, pelembab badan, pelembab tubuh, pelembab bibir, deodoran, botol parfum, sun block. Obat-obatan yang biasanya hanya obat flu dan pusing, sekarang ditambah obat alergi, obat diare, salep anti gatal, vitamin C, vitamin E, Antangin, Counterpain, dan balsem. Duh, nenek-nenek banget nggak sih? Dulu bajunya cuek, hanya standar kaos dan celana panjang, sekarang ada rok, blus cantik, dan pashmina. Dulu hanya sendal jepit dan sepatu keds, sekarang tambah sepatu berhak untuk jalan malam hari. Dulu pakai satu baju bisa dua hari tanpa ganti, sekarang bau dikit langsung diganti. Dulu bawa 1 bikini cukup, sekarang bawa 3 supaya kalau difoto bikininya ngga itu-itu doang. Intinya semakin tua semakin banyak perawatan dan semakin ingin tampak bergaya. Sedangkan secara psikologis tampaknya saya sekarang tidak bisa secuek dulu lagi, contohnya dulu diajak main ke rumah orang lokal langsung mau, sekarang kebanyakan mikir – pulangnya gimana, naik apa, jam berapa, kalau ada apa-apa gimana. Ah kelamaan!
Soal fisik, Faktor ‘U’ lah yang sangat berpengaruh. Dulu saya bisa-bisanya jalan keliling kota dari pagi sampai malam, lanjut dugem sampai pagi lagi, tidur beberapa jam, besoknya begitu lagi. Sekarang bergadang sedikit saja sudah masuk angin dan besoknya hilang setengah hari karena tidak kemana-mana untuk recovery. Dulu setiap hari selalu sibuk ke sana ke mari karena ogah rugi, sekarang lebih slow – ada saat dimana saya harus menikmati kesendirian dengan duduk mengopi, membaca buku, menulis, atau sekedar leyeh-leyeh saja (saya menyebutnya The Art of Doing Nothing). Kebanyakan jadwal traveling saya sekarang adalah: menghabiskan pagi hari dengan santai, jalan-jalan jam 10.00 – 17.00, tidur atau leyeh-leyeh, jalan lagi jam 19.30 sekalian makan malam, dan pulang maksimal jam 00.00 - kecuali lagi berenergi untuk dugem sampai pagi dengan resiko besoknya mulai jalan lebih siang.
Peringatan: traveling lah selagi masih muda!
Memang enak kalau nemu teman jalan yang seumuran saya, pace-nya sama, gaya jalannya tidak kere-kere banget, dan obrolan nyambung. Sayangnya saya jarang sekali ketemu, konon karena di usia saya lagi sibuk-sibuknya mengejar karir dan membina rumah tangga. Cuih! Sekalinya saya kenalan dengan yang berumur late 20s, kebanyakan adalah pasangan muda. Meskipun mereka tidak keberatan, kan males saya jadi ‘obat nyamuk’ melulu, sementara mereka ‘kecipak-kecipok’ di depan muka saya. Namun akhir-akhir ini saya malah menikmati berteman dengan orang tua sekalian di atas 50an dimana mereka sedang berlibur menikmati masa pensiunnya. Meskipun mereka lebih slow daripada saya, tapi enak diajak ngobrol dan royal. Jadi saya tinggal memilih: kalau lagi punya banyak energi dan ingin gila, saya jalan dengan brondong, tapi kalau lagi ingin santai dan agak borju, saya jalan dengan manula.
Traveling hemat itu tergantung Faktor ‘U’, semakin muda semakin murah. Keliling Eropa paling murah adalah dengan menggunakan tiket Eurailpass, dengan jumlah hari tertentu kita dapat bebas bepergian ke 17 negara. Namun tiket paling murah adalah jenis Eurailpass Youth dengan diskon 35%, tapi syaratnya harus berusia maksimal 26 tahun. Di beberapa hostel di Eropa bahkan mempunyai batas umur agar dapat menginap. Saya terhina sekali ketika membaca peraturan bahwa salah satu hostel di Jerman membatasi umur maksimal 28 tahun. Untuk menjadi anggota Youth Hostel Association harganya pun berdasakan umur, bisa gratis atau diskon 50% bila berumur di bawah 18 tahun. Tiket masuk museum, culture site, bahkan beberapa jenis transportasi, banyak yang memberikan diskon bila kita muda sekali atau tua sekalian di atas 60 tahun. Bisa sih sudah ‘tua’ tapi dapat diskon, asal berstatus masih kuliah full-time dan mempunyai kartu ISIC (International Student Identity Card). Pokoknya saya tetap tidak setuju bila golongan usia saya dan pekerja dianggap berduit. Orang Indonesia gitu loh!
Faktor ‘U’ juga membedakan barang bawaan saat traveling - saya sekarang membawa barang lebih banyak daripada dulu. Kantong mandi saja yang biasanya hanya berisi sabun, sikat gigi dan odol, sekarang bertambah dengan botol pencuci lensa kontak, pelembab badan, pelembab tubuh, pelembab bibir, deodoran, botol parfum, sun block. Obat-obatan yang biasanya hanya obat flu dan pusing, sekarang ditambah obat alergi, obat diare, salep anti gatal, vitamin C, vitamin E, Antangin, Counterpain, dan balsem. Duh, nenek-nenek banget nggak sih? Dulu bajunya cuek, hanya standar kaos dan celana panjang, sekarang ada rok, blus cantik, dan pashmina. Dulu hanya sendal jepit dan sepatu keds, sekarang tambah sepatu berhak untuk jalan malam hari. Dulu pakai satu baju bisa dua hari tanpa ganti, sekarang bau dikit langsung diganti. Dulu bawa 1 bikini cukup, sekarang bawa 3 supaya kalau difoto bikininya ngga itu-itu doang. Intinya semakin tua semakin banyak perawatan dan semakin ingin tampak bergaya. Sedangkan secara psikologis tampaknya saya sekarang tidak bisa secuek dulu lagi, contohnya dulu diajak main ke rumah orang lokal langsung mau, sekarang kebanyakan mikir – pulangnya gimana, naik apa, jam berapa, kalau ada apa-apa gimana. Ah kelamaan!
Soal fisik, Faktor ‘U’ lah yang sangat berpengaruh. Dulu saya bisa-bisanya jalan keliling kota dari pagi sampai malam, lanjut dugem sampai pagi lagi, tidur beberapa jam, besoknya begitu lagi. Sekarang bergadang sedikit saja sudah masuk angin dan besoknya hilang setengah hari karena tidak kemana-mana untuk recovery. Dulu setiap hari selalu sibuk ke sana ke mari karena ogah rugi, sekarang lebih slow – ada saat dimana saya harus menikmati kesendirian dengan duduk mengopi, membaca buku, menulis, atau sekedar leyeh-leyeh saja (saya menyebutnya The Art of Doing Nothing). Kebanyakan jadwal traveling saya sekarang adalah: menghabiskan pagi hari dengan santai, jalan-jalan jam 10.00 – 17.00, tidur atau leyeh-leyeh, jalan lagi jam 19.30 sekalian makan malam, dan pulang maksimal jam 00.00 - kecuali lagi berenergi untuk dugem sampai pagi dengan resiko besoknya mulai jalan lebih siang.
Peringatan: traveling lah selagi masih muda!