« Home | Main Fisik dan Main Ras » | Percaya website = dideportasi » | Don’t Touch the (Women) Dancer! » | Terkutuklah Edinburgh » | C-130, S-58, CN-235, ATR-42, LET 410 UVP-E... » | Taksi, Tram, Bis, atau Ojek? » | Gotham City? » | Menunggu = Makan » | 'Dipalak' di Tabung Kaca Berasap » | Distrik Lampu Merah »

Wednesday, October 05, 2005

I'm just a lucky bastard!

Saya punya teman chatting yang sudah 3 bulan ngobrol on and off. Dia seorang lelaki berusia 36 tahun, seorang Indonesia yang sudah tinggal di Amerika selama 15 tahun – kita sebut saja si Mr.X. Obrolan kami tidak intens, tidak ada motif apa-apa, hanya ngobrol ngalor-ngidul tentang hal-hal yang tidak penting. Itupun jarang karena dia sangat sibuk dan karena perbedaan waktu kedua negara. Kami juga tidak pernah tahu dan tidak mau tahu personal life masing-masing, bahkan tidak pernah kirim-kiriman foto.

Saya ingat hari Jumat tanggal 19 Oktober 2001, saya sedang chatting dengan Mr.X. Tiba-tiba dia mengajukan pertanyaan kepada saya, “If I could buy you a ticket to US, where do you wanna go?”. Saya jawab asal saja, “Texas”, karena saya ingin ketemu Sri, sahabat saya yang sedang mengambil kuliah di sana. Lalu dia menanyakan kapan saya mau pergi dan kapan mau pulang beserta nomer fax saya. Saya pun menjawab dengan santai tanpa tendensi apa-apa, “Next week, for 2 weeks. My fax number is +6221xxxxxxx.” Chatting pun berakhir. Satu jam kemudian dia meninggalkan pesan di e-mail saya bahwa bahwa dia sudah booking tiket pesawat United Airlines ke Amerika Serikat dengan nomer kode booking sekian sekian sekian! Hah?

Siapa yang bisa percaya dengan kegilaan virtual seperti ini? Tapi masak sih dia bisa tahu kode booking segala? Saya pun memperhatikan huruf dan angka-angka di e-mail saya, hmm, sepertinya memang kode booking. Setengah ragu-ragu saya menghubungi kantor United Airlines di Jakarta. Dan...huruf dan angka itu ternyata benar-benar sebuah tiket atas nama saya! Si Mbak bagian reservation lalu bertanya, “Boleh saya tahu nama lengkap orang yang booking ini? Kita perlu untuk verifikasi.” Yah bengonglah saya karena saya memang tidak tahu nama aslinya, hanya tahu nickname-nya saja. Sungguh tidak lucu, ini pasti hanya permainan belaka. Konspirasi macam apa ini? Malam harinya saya menceritakan kejadian ini kepada Sri via chatting. Tentu saja Sri juga tidak percaya, malah menantang balik, “Lu nyampe dulu dah di Dallas, baru gue percaya!” *keluh*

Hari Senin siang tiba-tiba ada fax masuk ke kantor saya berupa fotokopi e-tickets United Airlines, lengkap dengan jadwal penerbangan: berangkat tanggal 27 Oktober 2001 Singapore – Los Angeles – Dallas dan kembali tanggal 9 November 2001! Gilaaa! Saya pun terduduk lemas, antara percaya dan tidak percaya. Dengan waktu keberangkatan yang tinggal 4 hari lagi, saya kalang kabut mencari tiket Jakarta-Singapura pp yang termurah, dapatlah naik Emirates Airlines yang cuman 100 US$. Saya lalu menelepon Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk memastikan apakah visa Amerika saya yang bakal expired bulan Desember 2001 masih bisa dipakai. Ternyata Kedutaan sedang tutup karena kejadian 911, tapi si operatornya mengatakan bisa. Waduh!

Perasaan senang bercampur dengan kecurigaan pun timbul: Jangan-jangan ini jebakan dari teroris? Siapa yang mau terbang ke Amerika setelah tragedi 911? Siapakah Mr. X? Bagaimana kalau saya diculik? Atau pesawat saya dibom? Namun naluri untuk traveling ditambah dengan adrenalin yang memuncak telah mengalahkan logika saya. Dengan persiapan mepet dan duit seadanya, saya memutuskan untuk tetap berangkat. Kapan lagi bisa ke Amerika GRATIS? Tak disangka tak dinyana, akhirnya sampailah saya di Dallas dengan selamat dan tidak menemui kesulitan apapun dengan e-tickets yang hanya berupa kertas fax. Saya lalu menelepon Sri yang akhirnya datang menjemput saya dengan mata terbelalak karena tidak percaya.

Itu belum selesai. Tanggal 31 Oktober 2001 pagi, saya menumpang online di apartemen Sri yang lagi ngantor. Eh Mr.X online juga, saya pun mengucapkan terima kasih. Dia lalu bertanya, “What are you gonna do for the next 9 days in Texas? There’s nothing there.” Saya mengatakan bahwa saya mau santai saja, lagian besok saya mau jalan-jalan ke San Antonio. Tau-tau dia bertanya lagi, “If I could buy you a ticket again, where do you wanna go?” Saya njeplak aja nyaut, ”Caribbean”. Lagi-lagi dia bertanya kapan saya mau berangkat dan nomer fax. Ah gila, this is too good to be true! Siangnya sambil marah-marah karena sirik, Sri memberikan fax e-tickets dari Mr.X. Beneran lho atas nama saya, naik Delta Airlines, Dallas – San Juan – Dallas, berangkat 4 November 2001, kembali 7 November 2001! Can you believe it? Saya bisa terbang ke Puerto Rico GRATIS (lagi)!

Boleh percaya, boleh tidak. Tapi ini adalah based on true story yang saya alami sendiri - bisa liburan di Amerika Serikat dan Puerto Rico gratis karena dikasih tiket sama orang yang belum kenal bahkan belum pernah ketemu sama sekali! Good people does exist. Miracle did happen. Saya yakin pasti Anda sirik pidik membaca ini, sama seperti semua teman saya yang pernah mendengarnya. Dan setelah membaca ini, saya yakin pertanyaan pertama yang keluar dari Anda adalah, “Mau dong dikenalin sama Mr. X!” Betul kan?


E-mail this post



Remenber me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...

|