Gotham City?
Saya akui meskipun saya seorang certified scuba diver, saya tidak fanatik amat menyelam. Menjadi penyelam pun tidak sengaja. Balik ke tahun 1992 saat jadi anak kos namun pengennya traveling melulu, dalam suatu liburan saya terdampar di Pulau Gili Trawangan, Lombok. Tidak mau pulang tapi duit menipis, saya setiap hari menjaga counter, membantu mengangkat tangki, membersihkan peralatan, dengan imbalan saya diperbolehkan menginap dan makan gratis di diving operator milik teman saya. Akhirnya teman saya malah mengajak saya untuk kursus menyelam, gratis pula.
Sebagai seorang mantan atlit perenang tingkat ecek-ecek dan kebetulan diberkahi otak yang lumayan tidak ecek-ecek, saya tidak menemukan kesulitan apapun dalam kursus menyelam ini. Bahkan di penyelaman ke-3 saya sudah turun di kedalaman 100 kaki karena (bagaikan terbius) mengikuti seorang lelaki yang menyelam hanya dengan celana renang tipis dan bokong yang wow! Tentu saja sehabis itu instruktur saya marah karena saya meninggalkan buddy saya dan menyelam terlalu dalam untuk seorang pemula. Well, sejak lulus, setiap traveling saya usahakan untuk menyelam - tidak seperti para ‘penyelam sejati’ yang bela-belain liburan untuk menyelam 3-4 kali sehari tanpa jalan ke mana-mana lagi.
Tempat diving paling bagus menurut saya so far adalah Bunaken, Sulawesi Utara. Cuman di tempat itu saya bisa tabrakan sama school of fish yang buanyak dan berwarna-warni, bisa keluar masuk gua, dan menemukan tumbuhan laut yang paling amazing. Tempat yang paling weird adalah Danau Kakaban, KalTim, dimana danau pra-sejarah yang dikelilingi atol ini 98% isinya jelly fish, jadi rasanya kayak berenang di dalam cendol kental karena banyakan cendol (yaitu jelly fish) dibandingkan airnya. Yikes!
Namun tempat diving paling saya sukai adalah di tank Seaworld, Ancol! Tidak usah pergi jauh-jauh, tidak usah bayar mahal, tidak usah menyelam dalam-dalam, tapi ketemu dengan ratusan spesies ikan - termasuk beberapa jenis hiu dan beragam ikan pari raksasa. Lagipula sebagai seorang yang agak exhibitionist, saya senang ditonton ratusan orang melalui kaca tunnel – pokoknya serasa jumpa fans meskipun saya yakin ada di antara mereka yang bilang, “Eh, ada ikan dugong pake kaca mata!”
Senangnya ikut trip menyelam di Indonesia karena kita dimanjakan oleh dive operator-nya. Bahkan fins aja dipasangin. Namun waktu saya menyelam di Great Barrier Reef, Australia, oleh dive operator dari Cairns, kami dipasangkan dua-dua orang, diceburin di tengah laut dan disuruh menyelam begitu saja tanpa ditemani dive master. Sayalah yang rugi karena buddy saya seorang cowok ABG Amerika yang baru belajar diving dan tukang panik sehingga saya hanya bisa setengah jam menyelam akibat mengikuti ritme napas paniknya.
Terus, dive operator di El Nido, Filipina, paling ‘koboy’ caranya. Peralatan tidak dicoba di counter sebelum kapal berangkat, tapi kita disuruh mencari sendiri di antara tumpukan alat di atas kapal yang terombang-ambing ombak. Bayangkan ada 15 orang penyelam yang ‘gubrak-gubruk’ rebutan booties, fins, weight belt, sampai BCD. Belum lagi bila ukurannya tidak cocok kami harus cabut-pasang kembali. Wah, kapal lama-lama oleng!
Cerita menyelam yang paling seru justru saat saya menyelam dekat-dekat saja di Pulau Kotok, Kepulauan Seribu. Sore itu rasanya badan saya ringan sekali, sama sekali saya tidak merasa sedang menyelam tapi melayang di udara dengan kedua tangan menjulur ke depan, tak lupa melakukan manuver di antara karang sambil tersenyum-senyum sendiri. Tak disangka saya menemukan Gotham City, kota asal Batman! Kota yang mirip New York di waktu malam namun lebih kelam, lengkap dengan gedung pencakar langit dan lorong bawah tanah. Makin asiklah saya melayang ke atas ke bawah, miring-miring sedikit menghindari bangunan... sampai akhirnya saya ditepok buddy saya dan diberikan sign untuk naik. Parahnya saya sama sekali tidak punya tenaga untuk mengangkat badan saya naik ke pier, hidung saya pun mengeluarkan sedikit darah, namun saya tak berhentinya tertawa terbahak-bahak. Yah, saya akui bahwa saya sedang mabuk akibat konsumsi alkohol tapi nekat menyelam! Bye bye Gotham City!
Sebagai seorang mantan atlit perenang tingkat ecek-ecek dan kebetulan diberkahi otak yang lumayan tidak ecek-ecek, saya tidak menemukan kesulitan apapun dalam kursus menyelam ini. Bahkan di penyelaman ke-3 saya sudah turun di kedalaman 100 kaki karena (bagaikan terbius) mengikuti seorang lelaki yang menyelam hanya dengan celana renang tipis dan bokong yang wow! Tentu saja sehabis itu instruktur saya marah karena saya meninggalkan buddy saya dan menyelam terlalu dalam untuk seorang pemula. Well, sejak lulus, setiap traveling saya usahakan untuk menyelam - tidak seperti para ‘penyelam sejati’ yang bela-belain liburan untuk menyelam 3-4 kali sehari tanpa jalan ke mana-mana lagi.
Tempat diving paling bagus menurut saya so far adalah Bunaken, Sulawesi Utara. Cuman di tempat itu saya bisa tabrakan sama school of fish yang buanyak dan berwarna-warni, bisa keluar masuk gua, dan menemukan tumbuhan laut yang paling amazing. Tempat yang paling weird adalah Danau Kakaban, KalTim, dimana danau pra-sejarah yang dikelilingi atol ini 98% isinya jelly fish, jadi rasanya kayak berenang di dalam cendol kental karena banyakan cendol (yaitu jelly fish) dibandingkan airnya. Yikes!
Namun tempat diving paling saya sukai adalah di tank Seaworld, Ancol! Tidak usah pergi jauh-jauh, tidak usah bayar mahal, tidak usah menyelam dalam-dalam, tapi ketemu dengan ratusan spesies ikan - termasuk beberapa jenis hiu dan beragam ikan pari raksasa. Lagipula sebagai seorang yang agak exhibitionist, saya senang ditonton ratusan orang melalui kaca tunnel – pokoknya serasa jumpa fans meskipun saya yakin ada di antara mereka yang bilang, “Eh, ada ikan dugong pake kaca mata!”
Senangnya ikut trip menyelam di Indonesia karena kita dimanjakan oleh dive operator-nya. Bahkan fins aja dipasangin. Namun waktu saya menyelam di Great Barrier Reef, Australia, oleh dive operator dari Cairns, kami dipasangkan dua-dua orang, diceburin di tengah laut dan disuruh menyelam begitu saja tanpa ditemani dive master. Sayalah yang rugi karena buddy saya seorang cowok ABG Amerika yang baru belajar diving dan tukang panik sehingga saya hanya bisa setengah jam menyelam akibat mengikuti ritme napas paniknya.
Terus, dive operator di El Nido, Filipina, paling ‘koboy’ caranya. Peralatan tidak dicoba di counter sebelum kapal berangkat, tapi kita disuruh mencari sendiri di antara tumpukan alat di atas kapal yang terombang-ambing ombak. Bayangkan ada 15 orang penyelam yang ‘gubrak-gubruk’ rebutan booties, fins, weight belt, sampai BCD. Belum lagi bila ukurannya tidak cocok kami harus cabut-pasang kembali. Wah, kapal lama-lama oleng!
Cerita menyelam yang paling seru justru saat saya menyelam dekat-dekat saja di Pulau Kotok, Kepulauan Seribu. Sore itu rasanya badan saya ringan sekali, sama sekali saya tidak merasa sedang menyelam tapi melayang di udara dengan kedua tangan menjulur ke depan, tak lupa melakukan manuver di antara karang sambil tersenyum-senyum sendiri. Tak disangka saya menemukan Gotham City, kota asal Batman! Kota yang mirip New York di waktu malam namun lebih kelam, lengkap dengan gedung pencakar langit dan lorong bawah tanah. Makin asiklah saya melayang ke atas ke bawah, miring-miring sedikit menghindari bangunan... sampai akhirnya saya ditepok buddy saya dan diberikan sign untuk naik. Parahnya saya sama sekali tidak punya tenaga untuk mengangkat badan saya naik ke pier, hidung saya pun mengeluarkan sedikit darah, namun saya tak berhentinya tertawa terbahak-bahak. Yah, saya akui bahwa saya sedang mabuk akibat konsumsi alkohol tapi nekat menyelam! Bye bye Gotham City!