Pilih Makan Rendang atau "KKN"?
Kecanggihan sistem pengamanan di airport bagaikan dilema, semakin canggih semakin annoying, tapi sebaliknya semakin tidak canggih ya semakin tidak aman bukan? Bukan hanya senjata tajam atau bahan pembuat bom yang ditakutkan, tapi juga bahan yang dianggap berbahaya seperti obat-obatan tertentu, atau yang dilindungi seperti bibit tanaman langka.
Amerika adalah negara yang paling rese soal keamanan di airport, terutama kalau Anda mendarat di airport Los Angeles, New York atau San Francisco, dimana merupakan gerbang pendaratan pesawat internasional.
Saya pernah ke Amerika persis sebulan setelah peristiwa 911, wih ketatnya pemeriksaan. Pemeriksaan sampai berlapis-lapis sehingga membuat antrian yang panjang, bahkan beberapa pesawat diperbolehkan delay karena penumpangnya belum selesai diperiksa. Bagi penumpang yang bawa tas tenteng, meski sudah lewat sinar X tetap saja isinya dikeluarin satu-satu, bahkan yang bawa laptop pun harus dibuka sampe ke batre dan kabelnya. Biasanya orang setelah lolos pintu metal detector, petugas hanya mendekatkan tongkat metal detector dan men-scan seluruh tubuh.
Di sana ada lagi pemeriksaan ‘lebih menyeluruh’ dengan sistem random, herannya meskipun dibilang random saya pasti kebagian salah seorang yang dicek (pasti karena paspor Indonesia saya. Huh!). Oleh petugas cewek item gede saya diraba-raba dari ujung kepala, dada, selangkangan, sampe ujung kaki, di depan umum! Masih mending di airport Dubai dimana cewek dan cowok antriannya dipisah, diperiksa ‘menyeluruh’-nya di dalam ruangan kecil berkorden persis seperti ruangan nyoblos pas Pemilu. Kalau yang meraba Brad Pitt sih saya tentu tidak keberatan sama sekali!
Di bagian custom, bagian pemeriksaan bagasi yang khusus mencek boleh tidaknya bahan makanan, tumbuhan, alkohol, parfum dan rokok masuk ke suatu negara, punya cerita lucu. Teman saya seorang Amerika yang pernah tinggal di Indonesia 3 tahun doyan banget sama daging rendang, saat pulang ke negaranya dia pun membawa rendang. Unfortunatelly, rendang tersebut tidak diperbolehkan petugas custom untuk dibawa ke luar karena mencurigakan. Setelah berdebat panjang mengenai apa dan bagaimana rendang itu dibuat namun tetap tidak diperbolehkan juga, akhirnya dengan kesal dan saking ‘ogah-rugi’-nya teman saya pun bilang, “OK, if you don’t allow me to take my rendang, I’ll eat here,” dan dengan cuek dia memakan 2 kg rendang (baca: 2 kilo, bo!) saat itu juga di depan petugas custom! Saya jadi merasa beruntung, saya pernah meloloskan 5 kg rendang ke Amsterdam karena punya Oom yang kerjanya di airport situ. Hehe, KKN boleh dong!
Saat penyakit SARS sedang ramai, airport adalah salah satu yang berusaha melakukan pencegahan. Biasanya di airport manapun kita harus mengisi formulir yang menanyakan tentang riwayat kesehatan terakhir dan negara-negara mana yang pernah kita kunjungi sebelumnya.
Di airport Male (Maldives), mengharuskan kita mengisi catatan kesehatan – terutama suhu tubuh – dari hari ke hari dengan dibubuhi tandatangan dan cap dokter setempat (males banget kan liburan kudu ke dokter tiap hari!), dan formulir tersebut harus diserahkan sebagai syarat untuk pulang. Tapi di Singapura, sebelum masuk ke airport kita dipersilakan lewat di depan kamera yang dapat mendeteksi panas tubuh. Kita dapat melihat di layar TV sebentuk tubuh manusia digital yang berwarna-warni yang sedang berjalan, dengan warna merah sebagai indikator untuk titik-titik tubuh yang semakin merah berarti semakin panas – kelihatannya seperti video clip musik. Wiih…!
Sinar X untuk mendeteksi barang bawaan sih sudah biasa di mana-mana, paling banter Anda terpaksa harus menyerahkan pisau lipat model Victorinox atau gunting kuku sebelum masuk pesawat. Saat ini pintu metal detector sudah sedemikian canggihnya. Alat pendeteksi bahan yang mengandung besi ini dulu rasanya tidak sesensitif sekarang, paling kita hanya perlu mengeluarkan uang koin dan handphone dari saku. Meski tidak terjadi di airport Indonesia, di luar negeri saat ini orang harus rela melepas anting dan kalung, bahkan mencopot ikat pinggang dan membuka sepatu, supaya bisa lewat di dalamnya tanpa ada bunyi alarm.
Nah, bila Anda akan bepergian ke luar negeri pastikan Anda memakai kaos kaki yang tidak bolong dan tidak berbau, karena saya sudah cukup melihat (dan terpaksa membaui) orang-orang yang memalukan ini.
Amerika adalah negara yang paling rese soal keamanan di airport, terutama kalau Anda mendarat di airport Los Angeles, New York atau San Francisco, dimana merupakan gerbang pendaratan pesawat internasional.
Saya pernah ke Amerika persis sebulan setelah peristiwa 911, wih ketatnya pemeriksaan. Pemeriksaan sampai berlapis-lapis sehingga membuat antrian yang panjang, bahkan beberapa pesawat diperbolehkan delay karena penumpangnya belum selesai diperiksa. Bagi penumpang yang bawa tas tenteng, meski sudah lewat sinar X tetap saja isinya dikeluarin satu-satu, bahkan yang bawa laptop pun harus dibuka sampe ke batre dan kabelnya. Biasanya orang setelah lolos pintu metal detector, petugas hanya mendekatkan tongkat metal detector dan men-scan seluruh tubuh.
Di sana ada lagi pemeriksaan ‘lebih menyeluruh’ dengan sistem random, herannya meskipun dibilang random saya pasti kebagian salah seorang yang dicek (pasti karena paspor Indonesia saya. Huh!). Oleh petugas cewek item gede saya diraba-raba dari ujung kepala, dada, selangkangan, sampe ujung kaki, di depan umum! Masih mending di airport Dubai dimana cewek dan cowok antriannya dipisah, diperiksa ‘menyeluruh’-nya di dalam ruangan kecil berkorden persis seperti ruangan nyoblos pas Pemilu. Kalau yang meraba Brad Pitt sih saya tentu tidak keberatan sama sekali!
Di bagian custom, bagian pemeriksaan bagasi yang khusus mencek boleh tidaknya bahan makanan, tumbuhan, alkohol, parfum dan rokok masuk ke suatu negara, punya cerita lucu. Teman saya seorang Amerika yang pernah tinggal di Indonesia 3 tahun doyan banget sama daging rendang, saat pulang ke negaranya dia pun membawa rendang. Unfortunatelly, rendang tersebut tidak diperbolehkan petugas custom untuk dibawa ke luar karena mencurigakan. Setelah berdebat panjang mengenai apa dan bagaimana rendang itu dibuat namun tetap tidak diperbolehkan juga, akhirnya dengan kesal dan saking ‘ogah-rugi’-nya teman saya pun bilang, “OK, if you don’t allow me to take my rendang, I’ll eat here,” dan dengan cuek dia memakan 2 kg rendang (baca: 2 kilo, bo!) saat itu juga di depan petugas custom! Saya jadi merasa beruntung, saya pernah meloloskan 5 kg rendang ke Amsterdam karena punya Oom yang kerjanya di airport situ. Hehe, KKN boleh dong!
Saat penyakit SARS sedang ramai, airport adalah salah satu yang berusaha melakukan pencegahan. Biasanya di airport manapun kita harus mengisi formulir yang menanyakan tentang riwayat kesehatan terakhir dan negara-negara mana yang pernah kita kunjungi sebelumnya.
Di airport Male (Maldives), mengharuskan kita mengisi catatan kesehatan – terutama suhu tubuh – dari hari ke hari dengan dibubuhi tandatangan dan cap dokter setempat (males banget kan liburan kudu ke dokter tiap hari!), dan formulir tersebut harus diserahkan sebagai syarat untuk pulang. Tapi di Singapura, sebelum masuk ke airport kita dipersilakan lewat di depan kamera yang dapat mendeteksi panas tubuh. Kita dapat melihat di layar TV sebentuk tubuh manusia digital yang berwarna-warni yang sedang berjalan, dengan warna merah sebagai indikator untuk titik-titik tubuh yang semakin merah berarti semakin panas – kelihatannya seperti video clip musik. Wiih…!
Sinar X untuk mendeteksi barang bawaan sih sudah biasa di mana-mana, paling banter Anda terpaksa harus menyerahkan pisau lipat model Victorinox atau gunting kuku sebelum masuk pesawat. Saat ini pintu metal detector sudah sedemikian canggihnya. Alat pendeteksi bahan yang mengandung besi ini dulu rasanya tidak sesensitif sekarang, paling kita hanya perlu mengeluarkan uang koin dan handphone dari saku. Meski tidak terjadi di airport Indonesia, di luar negeri saat ini orang harus rela melepas anting dan kalung, bahkan mencopot ikat pinggang dan membuka sepatu, supaya bisa lewat di dalamnya tanpa ada bunyi alarm.
Nah, bila Anda akan bepergian ke luar negeri pastikan Anda memakai kaos kaki yang tidak bolong dan tidak berbau, karena saya sudah cukup melihat (dan terpaksa membaui) orang-orang yang memalukan ini.