Berkelana di Toilet

Baru-baru ini Soekarno-Hatta International Airport (bandara internasional bo!) baru merenovasi toiletnya. Memang lebih bagus dengan tegel dan dinding keramik yang baru dan berwarna, sabun cair sudah ada di setiap wastafel, bahkan ada pengering tangan yang berfungsi. Tapiii...dengan ruangan seluas itu, hanya ada 2 – 3 bilik saja. Di dalamnya...yah, sama aja bo’ong! Tetap kotor, becek, bau, dengan sampah berceceran, dan tidak ada tissue. Tambah lagi toilet shower - lebih tepatnya selang air untuk membasuh kelamin - tidak berfungsi (cara menyalakan airnya bukan dengan memencet gagang shower tapi dengan memutar kran, artinya saat itu juga ujung selang memuncratkan air yang deras sehingga membasahi seluruh bilik!). Bagaimana dengan airport domestik di luar Jakarta? Setali tiga uang. Bahkan dari dari 3 bilik, mesti salah satunya ada yang mampet. Hii!
Suatu kali di airport Schippol (Amsterdam, Belanda), pernah saya kebelet buang air besar. Setelah menyelesaikan ‘tugas’, you know lah, bau kotoran orang Indonesia itu kan ‘khas’ banget! Saya pun segera mencari tungkai untuk flush, hmm ga ada. Cari tombol ke seluruh bilik toilet ga nemu juga. Wah, saya pun mulai panik. Alhasil saya menarik banyak-banyak tissue gulung dan membuangnya di kakus, berharap bau dan bentuknya tidak begitu kelihatan sehingga cukup waktu untuk saya kabur dan tidak dipelototin orang yang ngantri. Setelah berlama-lama di dalam, saya memberanikan diri ke luar. Klik, saya membuka kunci pintu. Seketika itu, byurrr, flush menyala dan membasuh kotoran dengan bersihnya! Hehe, rupanya flush baru keluar secara otomatis kalo kita membuka kunci pintu. Bagus juga sistemnya, membantu kelupaan atau kebodohan manusia sehabis buang air.

Tidak usah lah membandingkan toilet airport kita dengan negara maju, tapi bila negara kita selalu dibandingkan dengan sesama negara di Asia, mengapa toilet di airport internasional negara tetangga kita selalu ada tissue gulung dan lantai yang kering? Siapa yang bertanggung jawab?