Taksi, Tram, Bis, atau Ojek?
Seperti kebanyakan airport di dunia yang mesti berlokasi agak melipir di luar kota, transportasi dari dan ke airport adalah penting. Bila Anda seorang turis bule yang pertama kali ke Indonesia dan tiba di airport Soekarno-Hatta, Anda akan dikerubutin orang-orang yang menawarkan taksi. Kalau mengantri taksi juga seringkali supirnya ‘nembak’ argo.
Pilihan lain adalah menggunakan bis Damri yang sebagian besar hanya dimanfaatkan oleh orang lokal saja. Informasi bagaimana orang sampai ke tengah kota pun minim. Memang paling baik kalau ada yang jemput sih, apalagi kalau pulang naik haji! Wih, satu RT diangkut!
Lagi-lagi saya harus membandingkan dengan airport di Kuala Lumpur, karena Indonesia selalu ‘ngakunya’ mirip dengan Malaysia. Lokasi airportnya di Sepang memang jauh; sekitar satu setengah jam naik mobil ke pusat kota. Tapi mereka menyediakan transportasi ke Kuala Lumpur yang sangat nyaman dan mudah dengan menggunakan tram KLIA Express. Begitu juga di Singapura dan Bangkok, sistem tram mereka sudah canggih dan mudah. Kedua kota itu ada pilihan menggunakan taksi memang, tapi siapa sih yang ga tau kalo naik taksi itu relatif mahal?
Ada juga transport airport yang menggunakan ‘taksi air’ alias speed boat, seperti dari airport Male (Maldives). Namun biasanya sudah di-arrange oleh resort di setiap pulau sebagai bagian dari paket.
Kalau kita mau merasa lebih superior, bandingkanlah dengan negara Kamboja. Di sana, hanya ada 2 pilihan transportasi ke tengah kota dengan tulisan besar: taxi 5$ or motorcycle 1$. Bahkan kita harus mengantri di loket untuk mendapatkan kupon terlebih dahulu. Bayangkan, ojek merupakan salah satu pilihan transportasi dari airport ke pusat kota!
Sama seperti negara-negara di dunia, hampir semua airport di kota besar di Indonesia pilihan utama ke pusat kota adalah menggunakan taksi. Namun jangan salah, kata ‘taksi airport’ di Tanjung Redeb (Kaltim) artinya ‘angkot’. Yep, di depan airport berjajar angkot-angkot yang berebutan mencari penumpang dan dengan pedenya para supir bilang, “Taksi! Taksi!”.
Transportasi antar terminal di airport saat ini pun sudah canggih, seperti di Atlanta (USA) atau Kuala Lumpur dimana terdapat tram yang menghubungkan antar-terminal atau ke tempat pengambilan bagasi. Escalator mendatar di Soekarno-Hatta sih sudah basi. Tapi di airport Dubai (UAE) bila kita ingin pergi ke terminal lain karena pindah pesawat, disediakan petugas merangkap supir yang mengangkut calon penumpang dengan mobil kecil bertenaga accu (seperti yang digunakan di lapangan golf). Lumayan menghemat tenaga. Sebaliknya di airport Bangkok saat saya harus langsung pindah pesawat, saya harus berlari-lari untuk mengejar pesawat berikutnya yang berada berpuluh-puluh gate dari gate saya turun!
Pilihan lain adalah menggunakan bis Damri yang sebagian besar hanya dimanfaatkan oleh orang lokal saja. Informasi bagaimana orang sampai ke tengah kota pun minim. Memang paling baik kalau ada yang jemput sih, apalagi kalau pulang naik haji! Wih, satu RT diangkut!
Lagi-lagi saya harus membandingkan dengan airport di Kuala Lumpur, karena Indonesia selalu ‘ngakunya’ mirip dengan Malaysia. Lokasi airportnya di Sepang memang jauh; sekitar satu setengah jam naik mobil ke pusat kota. Tapi mereka menyediakan transportasi ke Kuala Lumpur yang sangat nyaman dan mudah dengan menggunakan tram KLIA Express. Begitu juga di Singapura dan Bangkok, sistem tram mereka sudah canggih dan mudah. Kedua kota itu ada pilihan menggunakan taksi memang, tapi siapa sih yang ga tau kalo naik taksi itu relatif mahal?
Ada juga transport airport yang menggunakan ‘taksi air’ alias speed boat, seperti dari airport Male (Maldives). Namun biasanya sudah di-arrange oleh resort di setiap pulau sebagai bagian dari paket.
Kalau kita mau merasa lebih superior, bandingkanlah dengan negara Kamboja. Di sana, hanya ada 2 pilihan transportasi ke tengah kota dengan tulisan besar: taxi 5$ or motorcycle 1$. Bahkan kita harus mengantri di loket untuk mendapatkan kupon terlebih dahulu. Bayangkan, ojek merupakan salah satu pilihan transportasi dari airport ke pusat kota!
Sama seperti negara-negara di dunia, hampir semua airport di kota besar di Indonesia pilihan utama ke pusat kota adalah menggunakan taksi. Namun jangan salah, kata ‘taksi airport’ di Tanjung Redeb (Kaltim) artinya ‘angkot’. Yep, di depan airport berjajar angkot-angkot yang berebutan mencari penumpang dan dengan pedenya para supir bilang, “Taksi! Taksi!”.
Transportasi antar terminal di airport saat ini pun sudah canggih, seperti di Atlanta (USA) atau Kuala Lumpur dimana terdapat tram yang menghubungkan antar-terminal atau ke tempat pengambilan bagasi. Escalator mendatar di Soekarno-Hatta sih sudah basi. Tapi di airport Dubai (UAE) bila kita ingin pergi ke terminal lain karena pindah pesawat, disediakan petugas merangkap supir yang mengangkut calon penumpang dengan mobil kecil bertenaga accu (seperti yang digunakan di lapangan golf). Lumayan menghemat tenaga. Sebaliknya di airport Bangkok saat saya harus langsung pindah pesawat, saya harus berlari-lari untuk mengejar pesawat berikutnya yang berada berpuluh-puluh gate dari gate saya turun!