Naik balon di bulan
Siapa yang tidak pengen naik balon, seperti impian saya sejak kecil. Saya juga bertekad untuk naik balon pertama kali di salah satu tempat terbaik di dunia, yaitu di Cappadocia, Turki. Letaknya di region Central Anatolia, 19 jam naik kereta atau 11 jam naik bis dari Istanbul. Lansekapnya benar-benar aneh, karena serasa seperti di bulan. Akibat letusan Gunung Erciyes dan Gunung Hasan yang terjadi 3 juta tahun yang lalu membuat daerah ini tertutup plateau. Angin dan cuaca membuatnya menjadi batuan lembut volkanik yang membentuk pilar-pilar tinggi yang ajaib sehingga disebut sebagai fairy chimneys, berwarna gradasi pink sampai kuning dan kecoklatan..Di dalam pilar inilah terdapat gua-gua yang pada abad 8 orang Kristen yang bersembunyi dari kejaran serdadu Romawi membuat gereja dan tinggal di dalamnya. Sampai saat ini pun banyak hotel di Göreme yang terletak di dalam gua. Tak heran tempat ini termasuk ke dalam Unesco World Heritage Site.
Saya direferensikan oleh Hasan, seorang teman yang penduduk lokal, untuk naik balon dari perusahaan bernama Göreme Balloons, yang merupakan perusahaan balon pertama di sini. Untuk naik balon, harganya tidak murah. 160 Euro per orang, selama satu jam, berisi 16-22 orang sekeranjang, termasuk antar-jemput, sarapan, champagne toast, asuransi dan sertifikat. Kalau mau paket yang borju, harganya 230 Euro selama 1,5 jam dan hanya berisi 8-11 orang saja. Karena saya KKN-an dengan orang Turki, mereka memberi diskon 300 Euro untuk bertiga. Kami disarankan untuk memakai pakaian hangat mengingat suhu pagi hari drop setengahnya meski musim panas (siang hari 31ºC, malam hari 15ºC), belum lagi angin kering yang menerpa sehingga membuat bibir bocel-bocel.
Jam 4.45 pagi kami dijemput naik minibus. Alasan naik balon di pagi hari selain untuk melihat matahari terbit, juga karena angin yang paling kalem ya di pagi hari sehingga mudah terbang di ketinggian maksimum. Sampai di ‘landasan’ dekat desa Göreme kami disuguhi sarapan ringan, berupa roti kering dan biskuit serta kopi dan teh, sementara mereka menyiapkan balon masing-masing dengan diisikan udara. Bunyi apinya yang besar terdengar seperti bunyi kompor mbleduk. Balonnya pun ternyata gedeee banget dengan keranjang anyaman berbentuk kotak (persis keranjang piknik) yang dibagi empat bagian, di tengahnya adalah si pilot. Kami mengisi daftar absen dan petugas memberikan petunjuk balon yang mana yang akan kami tumpangi. Biasanya satu balon terdapat satu keranjang berisi 16 orang bila ukuran badannya segede-gede saya. “If all Japanese, it can fit up to 23 persons,” kata petugasnya. Sialan. Kami pun naik keranjang dengan cara memanjat karena tidak disediakan tangga. Tinggi keranjang sebatas dada, jadi cukup aman. Sebelum terbang, kami diberikan kertas yang telah dilaminating mengenai dos and donts.
Saya berada di balon pertama, maka pertama kalilah kami mengudara jam 5.45 pagi. Pilotnya bernama Ibrahim. Pilot balon itu ternyata harus ada lisensi resmi dari International Civil Aviation Authorities. Tugasnya mengarahkan dan menaik-turunkan balon, karena lajunya balon tergantung dari angin. Ia juga dipandu oleh petugas di landasan dengan menggunakan HT. Prinsip terbang balon adalah gravitasi dan heat transfer – jika udara di dalam balon dipanaskan maka balon akan terbang atas, jika udara di dalam balon dingin maka balon akan turun. ‘Kompor’ yang berisik itu ternayata berada di atas kepala para penumpang. Satu balon membawa 80 liter propane sebagai bahan bakarnya.
Saya direferensikan oleh Hasan, seorang teman yang penduduk lokal, untuk naik balon dari perusahaan bernama Göreme Balloons, yang merupakan perusahaan balon pertama di sini. Untuk naik balon, harganya tidak murah. 160 Euro per orang, selama satu jam, berisi 16-22 orang sekeranjang, termasuk antar-jemput, sarapan, champagne toast, asuransi dan sertifikat. Kalau mau paket yang borju, harganya 230 Euro selama 1,5 jam dan hanya berisi 8-11 orang saja. Karena saya KKN-an dengan orang Turki, mereka memberi diskon 300 Euro untuk bertiga. Kami disarankan untuk memakai pakaian hangat mengingat suhu pagi hari drop setengahnya meski musim panas (siang hari 31ºC, malam hari 15ºC), belum lagi angin kering yang menerpa sehingga membuat bibir bocel-bocel.
Jam 4.45 pagi kami dijemput naik minibus. Alasan naik balon di pagi hari selain untuk melihat matahari terbit, juga karena angin yang paling kalem ya di pagi hari sehingga mudah terbang di ketinggian maksimum. Sampai di ‘landasan’ dekat desa Göreme kami disuguhi sarapan ringan, berupa roti kering dan biskuit serta kopi dan teh, sementara mereka menyiapkan balon masing-masing dengan diisikan udara. Bunyi apinya yang besar terdengar seperti bunyi kompor mbleduk. Balonnya pun ternyata gedeee banget dengan keranjang anyaman berbentuk kotak (persis keranjang piknik) yang dibagi empat bagian, di tengahnya adalah si pilot. Kami mengisi daftar absen dan petugas memberikan petunjuk balon yang mana yang akan kami tumpangi. Biasanya satu balon terdapat satu keranjang berisi 16 orang bila ukuran badannya segede-gede saya. “If all Japanese, it can fit up to 23 persons,” kata petugasnya. Sialan. Kami pun naik keranjang dengan cara memanjat karena tidak disediakan tangga. Tinggi keranjang sebatas dada, jadi cukup aman. Sebelum terbang, kami diberikan kertas yang telah dilaminating mengenai dos and donts.
Saya berada di balon pertama, maka pertama kalilah kami mengudara jam 5.45 pagi. Pilotnya bernama Ibrahim. Pilot balon itu ternyata harus ada lisensi resmi dari International Civil Aviation Authorities. Tugasnya mengarahkan dan menaik-turunkan balon, karena lajunya balon tergantung dari angin. Ia juga dipandu oleh petugas di landasan dengan menggunakan HT. Prinsip terbang balon adalah gravitasi dan heat transfer – jika udara di dalam balon dipanaskan maka balon akan terbang atas, jika udara di dalam balon dingin maka balon akan turun. ‘Kompor’ yang berisik itu ternayata berada di atas kepala para penumpang. Satu balon membawa 80 liter propane sebagai bahan bakarnya.
Dengan naik yang perlahan-lahan tak terasa kami berada jauh di atas, maksimum bisa mencapai ketinggian 2000 feet (666,66 meter). Satu per satu balon terlihat diterbangkan dan di atas saya hitung ada 18 balon lain. Motif balonnya yang warna-warni sangat kontras dengan alam gersang seperti di bulan. Pemandangan 360º dari atas balon pun terlihat spektakular. Pilar-pilar batu di sekeliling daerah yang luas ini terlihat bagaikan ombak yang dilukis alam secara berirama. Pegunungan, lembah, fairy chimneys semuanya bersatu dengan warna yang bergradasi. Rasanya sangat romantis. Balon pun tidak terasa grudak-gruduk karena terbang dengan pelan dan kalem. Pilot lalu merendahkan balon sehingga kami juga dapat dengan jelas melihat dari jarak dekat gua-gua di dalam fairy chimneys, rubah yang berlarian, pohon aprikot dan pohon poplar, dan Red Valley. Sinar matahari yang baru keluar mengintip dari balik pegunungan dan kami pun membumbung tinggi melewati gunung itu.
Tak terasa sejam telah berlalu. Saya pikir kami akan kembali ke titik semula, tidak tahunya terlihat beberapa orang berlari-larian mengikuti balon kami di suatu ladang yang terbuka yang dikelilingi lembah yang curam. Wah kalau tidak mendarat dengan tepat, bisa-bisa kami nyusruk ke lembah! Pilotpun memberi aba-aba, “Landing position!”. Artinya, kami harus menekuk lutut, menyenderkan pantat ke keranjang bagian dalam dan memegang pinggir keranjang dengan kedua tangan. Saya sampai egol-egolan dengan pantat Nina dan ibu-ibu lain yang sama-sama berpantat besar agar mendapat tempat sandaran pantat yang aman dan nyaman. Pilot melemparkan tali dari keranjang, 3 orang menarik tali sambil badannya ikut melayang. Lalu 3 orang lain yang berbadan besar memegang tali tersebut dan menjadikan dirinya pemberat dengan bergelantungan di keranjang. Saya pikir sudah selesai dan kami akan mendarat di ladang, tidak tahunya datanglah truk 4-wheel drive dengan menggandeng bak terbuka. Rupanya tanpa terasa kami mendarat rata di atas bak truk! Hebat sekali si pilot! Lalu satu persatu kami memanjat keluar keranjang dan menuruni bak truk.
Lalu para petugas sudah menyiapkan botol champagne dan menuangkannya ke gelas-gelas. “Şerefe!”, katanya. Artinya cheers dalam bahasa Turki (saya tidak tahu dalam bahasa Indonesianya. Tos? Lisoi? Cir-go-bang-ga-cir?). Lalu ia membagikan sertifikat ke masing-masing penumpang: Fligh Certificate. This is to certify that Trinity participated in a Hot Air Balloon Flight in Cappadocia, Turkey, on Jully 10, 2008. Pilot, Ibrahim. (bulan July, huruf ‘l’-nya dua ni yee!).
Tak terasa sejam telah berlalu. Saya pikir kami akan kembali ke titik semula, tidak tahunya terlihat beberapa orang berlari-larian mengikuti balon kami di suatu ladang yang terbuka yang dikelilingi lembah yang curam. Wah kalau tidak mendarat dengan tepat, bisa-bisa kami nyusruk ke lembah! Pilotpun memberi aba-aba, “Landing position!”. Artinya, kami harus menekuk lutut, menyenderkan pantat ke keranjang bagian dalam dan memegang pinggir keranjang dengan kedua tangan. Saya sampai egol-egolan dengan pantat Nina dan ibu-ibu lain yang sama-sama berpantat besar agar mendapat tempat sandaran pantat yang aman dan nyaman. Pilot melemparkan tali dari keranjang, 3 orang menarik tali sambil badannya ikut melayang. Lalu 3 orang lain yang berbadan besar memegang tali tersebut dan menjadikan dirinya pemberat dengan bergelantungan di keranjang. Saya pikir sudah selesai dan kami akan mendarat di ladang, tidak tahunya datanglah truk 4-wheel drive dengan menggandeng bak terbuka. Rupanya tanpa terasa kami mendarat rata di atas bak truk! Hebat sekali si pilot! Lalu satu persatu kami memanjat keluar keranjang dan menuruni bak truk.
Lalu para petugas sudah menyiapkan botol champagne dan menuangkannya ke gelas-gelas. “Şerefe!”, katanya. Artinya cheers dalam bahasa Turki (saya tidak tahu dalam bahasa Indonesianya. Tos? Lisoi? Cir-go-bang-ga-cir?). Lalu ia membagikan sertifikat ke masing-masing penumpang: Fligh Certificate. This is to certify that Trinity participated in a Hot Air Balloon Flight in Cappadocia, Turkey, on Jully 10, 2008. Pilot, Ibrahim. (bulan July, huruf ‘l’-nya dua ni yee!).