Sunday, May 14, 2006 

Uwel-uwelan kabel

Saya pikir-pikir, makin lama saya traveling saya kok membawa makin banyak kabel dan merasa perlu mencari colokan listrik di mana pun saya berada. Saya baru sadar bahwa ini disebabkan oleh gadget, alat elektronik canggih masa kini – yang semakin kecil dianggap semakin canggih, meskipun kabelnya tidak bertambah praktis.

Pertama adalah telepon genggam. Rasanya hidup saya semakin ketergantungan dengan gadget ini. Zaman globalisasi seperti saat ini membuat kita dapat ditelepon dan menelepon di mana pun kita berada karena ada kerja sama international roaming. Mau lebih murah, tinggal kirim SMS. Sialnya kalau lagi di luar negeri, kita tidak bisa melihat nomor dari siapa yang menelepon, jadilah saya sering cuek untuk tidak mengangkat berhubung menerima telepon pun kena charge (sebel kan kalau isinya telepon ngga penting seperti, “Kami dari bank xxx mau menawarkan kartu kredit bla bla bla...”). Nah, telepon genggam ini kan perlu kabel charger. Belum lagi kabel earphone karena telepon saya bisa buat mendengar radio dan MP3.

Gadget kedua adalah kamera digital. Dulu kamera digital saya masih menggunakan 2 buah baterai A3, tapi kamera tersebut lama-lama makin ketinggalan zaman karena resolusinya masih rendah. Jadilah saya memiliki kamera digital baru yang kabelnya ada kabel dari kamera ke dudukan charger dan kabel dari dudukan charger ke listrik, tambah lagi kabel untuk memindahkan gambar ke komputer. Supaya lebih aman, saya juga membawa memory card dan flash disk (USB) supaya lebih banyak gambar yang bisa disimpan. Saya juga jadi sadar, belakangan ini saya tidak mempunyai album foto karena tidak pernah lagi mencetak foto – semuanya dalam bentuk softcopy yang disimpan di komputer atau website.

Kalau sedang perjalanan bisnis, gadget bertambah dengan laptop atau notebook. Kabelnya pun jadi bertambah, ada kabel adaptor, ada kabel ke listrik, dan kabel ke koneksi internet, plus kabel mouse. Di kantor saya, level manager diharuskan memiliki pocket PC atau sering disebut PDA untuk melihat e-mail lewat push mail, tambah lagi deh dengan kabel charger. Untuk ‘menghemat’ jumlah kabel, ada kabel adaptor ke listrik yang bisa nyambung ke gadget lainnya yang juga menggunakan adaptor, tapi tetap saja harus ada kabel.

Gadget terbaru yang sering dipakai para travelers adalah iPod, selain ada kabel earphone, ada kabel charger. Kalau traveler yang agak borju, mereka membawa video camera dan bahkan portable DVD, masing-masing ada kabel adaptor dan charger. Kalau traveling sendiri sih saya tidak akan membawa laptop karena berat dan tidak janji akan keselamatannya. Apalagi saya jalan kan a la backpacker dimana menginap pun seringnya ramai-ramai dalam 1 kamar dengan orang yang tidak dikenal. Perlu diketahui, di hostel jarang sekali ada colokan listrik di dalam kamar. Yang pasti ada di wastafel kamar mandi, tapi siapa yang berani meninggalkan barang tersebut saat kita mandi di shower. Cara lain adalah menitipkannya pada resepsionis.

Problem lainnya adalah tidak semua negara mempunyai volt yang sama, juga bentuk colokan listriknya. Kebanyakan negara di dunia menggunakan 220 - 240 Volts, tapi di Amerika 110 Volts, dan Amerika Selatan 100 - 125 volts. Kalau tidak sesuai volt-nya maka kita membutuhkan voltage converter atau transformer, selain adaptor. Perhatikan colokan listrik di dinding deh, di Indonesia kan standar colokan listrik dengan 2 bolongan sejajar, tapi di negara lain seperti di USA dan New Zealand, colokannya terdapat tiga bolongan. Meskipun USA dan NZ sama-sama colokan tiga tapi bentuknya berbeda, versi USA bolongannya 1 bundar di atas dan 2 pipih di bawah, versi NZ tiga-tiganya pipih. Kalau colokan listrik di dinding yang bentuknya aneh-aneh begini sementara colokan listrik Indonesia hanya berbentuk 2 colokan, mau tidak mau kita harus beli sesuai dengan negara setempat bukan? Dan akhirnya tas pun penuh dengan kabel-kabel dan alat elektronik!


Monday, May 08, 2006 

The truth about European train

Keliling Eropa paling nyaman, mudah, dan relatif murah adalah dengan menggunakan kereta. Menemukan gerbong kereta mudah saja, tinggal baca di papan petunjuknya yang bertuliskan kota tujuan, jam berangkat, dan di jalur rel nomer berapa. Tapi ternyata tahu jalur saja belum cukup, kita harus lihat diagram posisi gerbong yang biasanya digambarkan di papan pengumuman di pinggir jalur rel kereta. Pernah saya hampir saja terbawa ke kota lain kalau tidak diberitahu kondektur karena kadang ada gerbong yang ‘memisahkan diri’ di stasion tertentu, gerbong dari nomer sekian ke nomer sekian ke kota ini, sementara gerbong-gerbong lainnya ke kota lain lagi. Duh, males banget kan kalau nyasar?

Setiap gerbong ditulis angka 1 atau 2, artinya pembedaan berdasarkan kelas kereta. Sebagai perokok, cepatlah cari gerbong yang ada simbol gambar rokoknya. Tempat duduknya sendiri ada 2 jenis, ada yang tempat duduk saja dan ada yang berbentuk kompartemen dimana 1 kompartemen kaca terdiri dari 6 orang yang duduk hadap-hadapan. Sebagai backpacker, akuilah kita ingin yang murah dan nyaman. Triknya, cepat cari kompartemen yang kosong, dan ‘jajahlah’ tempat duduknya dengan tidur selonjor di 3 kursi. Berlagaklah tidur nyenyak dan tidak mendengar apa-apa, alhasil Anda bisa mendapatkan tempat yang nyaman untuk tidur dengan punggung rata. Paling orang yang masuk cuma geleng-geleng kepala dan mereka pergi mencari kompartemen lain. Kalau kereta penuh, tentu kita juga harus bersedia memberi tempat duduk, tapi kita bisa ‘memilih’ orang kok. Nah, kalau yang masuk cowok ganteng, silakan bangun dan mempersilakan duduk dengan senyum yang termanis. Kalau yang masuk nenek-nenek yang kelihatan tidak menyenangkan, tetaplah berlagak budeg dan tidur. Namun kalau berlagak tidur tidak cukup untuk ‘mengusir’ orang, cara lain adalah menghisap rokok kretek Indonesia yang baunya saja membuat orang males masuk.

Untuk jarak jauh, kita bisa tidur di gerbong khusus couchette dimana senderan kursinya bisa dinaikkan dan dijadikan tempat tidur. 1 kompartemen bisa jadi 4 bunk-bed. Suatu kali saya naik kereta dari Paris ke Roma, saya baru sadar bahwa penomoran tempat duduknya sangat rasis. Dalam 1 kompartemen para penumpangnya ‘disesuaikan’ berdasarkan warna kulit: kulit putih dan kulit putih, kulit hitam dan kulit hitam, kulit coklat dan kulit coklat. Saya yang tadinya berharap sekompartemen dengan 3 lelaki Italia yang ganteng-ganteng, kenyataannya berbeda 180º: saya dimasukkan ke kompartemen bersama 3 bapak-bapak tua India yang ampun-dah-bau-kakinya dan ampun-dah-berisik-ngoroknya!

Dengan menggunakan tiket Eurail Pass, kita berhak berkereta ke negara-negara Eropa yang masuk ke dalam jaringannya namun perhatikanlah peraturan tentang visa – Schengen tidak termasuk Swiss dan Inggris. Dulu sebelum ada visa Schengen, kita harus mengurus visa satu-persatu ke setiap Kedutaan Besar, begitu juga dengan kereta yang sering diberhentikan di perbatasan untuk pemeriksaan paspor dan visa. Bahkan di tengah malam pun, kita akan dibangunkan oleh petugasnya. Kadang ada sistem kolektif, beberapa jam sebelum sampai perbatasan si petugas mendatangi kita dan mengumpulkan paspor penumpang sehingga kita tidak perlu turun untuk diperiksa. Pernah suatu malam di perbatasan Jerman dan Ceko, saya terbangun karena mendengar derap orang baris-berbaris yang menggunakan sepatu boots yang berat. Bug, bug, bug. Begitu saya membuka mata, segerombolan tentara bersenjata sedang memasuki kompartemen kami satu per satu untuk pemeriksaan paspor. Ih, serasa di zaman perang jadi tawanan gitu!

Sistem kereta Eropa yang canggih benar-benar tepat waktu sampai ke menit-menitnya, jadi kalau dalam jadwal kita akan tiba di kota X pada jam 13.03 maka tepat jam 13.03 kita akan sampai di kota X. Susahnya kalau kita turun di suatu kota kecil, tidak ada pemberitahuan yang jelas kecuali membaca plang, belum lagi kereta hanya berhenti 2-3 menit saja, sehingga saya harus menyalakan alarm sebagai pengingat. Suatu malam tiba di kota Strasbourg, entah mengapa alarm tidak berbunyi dan baru tersadar setelah membaca plang stasion. Buru-buru saya ambil ransel dan berlari tanpa mengaitkan tali ransel bagian pinggang. Di pintu sebelum keluar, tali ransel saya stuck dengan sesuatu sehingga saya tidak bisa bergerak. Usut punya usut ternyata tali ransel tersangkut di kepala seorang kakek-kakek yang sedang asik tidur di kursi terdekat dari pintu. Saya tarik sedikit, si kakek tidak bergeming. Saya guncang-guncang badannya, si kakek tetap diam. Saya minta tolong orang di sebelahnya untuk membangunkan, tetap cuek. Akhirnya pluit kereta bunyi, saya tidak ada waktu lagi, dan… KREK, saya tarik ransel dengan kencang, berlari ke pintu sampai badan saya sempat terjepit di antara kedua pintu kereta. Bagaikan Hulk saya merentangkan tangan menahan pintu, baru saya loncat keluar. Dari kejauhan saya melihat si kakek dari jendela memaki-maki saya sambil mengacung-acungkan bogem. Saya cuek saja berjalan dan ketika saya akan mengaitkan tali ransel di pinggang, saya pun melihat...sejumput rambut putih si kakek! Walah, saya telah mencabut sebagian rambutnya yang memang sudah sedikit!! Ups...


No Nudity Here!

  • naked: devoid of concealment or disguise
  • Pronunciation: 'nA-k&d, esp Southern 'ne-k&d
  • (From Merriam-Webster Online)

Who's Naked?

    Hi, I am Trinity, an ordinary woman in Jakarta who loves traveling. This is my journal and thoughts collected from my trips around the globe and across my lovely country, Indonesia.
    E-mail me at naked.traveler@gmail.com

    Keep informed on The Naked Traveler news and events, add me as your friend at:
    Profil Facebook Trinity Traveler
    Share your travel stories or get info from the real travelers here

    Subscribe to nakedtraveler

    Powered by us.groups.yahoo.com

    You are naked number .

Naked Me More

     
    Web
    The Naked Traveler

Naked Book

    Get "The Naked Traveler (Catatan Seorang Backpacker Wanita Indonesia Keliling Dunia)" book now in your nearest book stores! Bondan Winarno said,"...memikat. Ada kejujuran dalam mengungkapkan apa yang dirasakan, tidak hanya yang dilihat..."
    For more info, please click here.

NakedShout

Kinda Cool Links


    Lowongan Kerja Minyak dan Gas

Powered for Blogger
by Blogger Templates